KTI Proposal Pemanfaatan Ampas Tebu Sebagai Pelet (Wafer) Pakan Ternak Sapi

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Terbatasnya ketersediaan hijauan menyebabkan lebih banyak pemanfaatan pakan berserat yang berasal dari limbah tanaman pangan. Limbah berserat tersebut merupakan sumber pakan yang penting bagi ternak ruminansia hingga saat ini, oleh karena itu sistem usaha ternak ruminansia di daerah yang ketersediaan hijauannya terbatas harus terintegrasi dengan sistem pertanian yang ada sebagai pakan yang memadai (Pangestu, 2003).

Indonesia merupakan negara yang subur dengan hasil pertanian dan perkebunan yang melimpah, diantara hasil pertanian tersebut adalah tebu sehingga dalam pengolahannya menghasilkan berbagai limbah yang memiliki dampak negatif bagi lingkungan. Seperti pencemaran dan penurunan kualitas lingkungan selain memiliki dampak negatif, limbah tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Salah satu limbah berserat hasil tanaman pangan yang potensial, tetapi belum maksimal dimanfaatkan sebagai pakan ternak ruminansia adalah limbah industri pengolahan tebu. Limbah yang dihasilkan dalam industri pengolahan tebu yang potensial sebagai pakan ternak ruminansia khususnya sapi adalah pucuk tebu, ampas tebu dan tetes.

Menurut pangestu (2003) ada beberapa keuntugan jika limbah tebu menjadi pilihan sumber pakan bagi pengembangan ternak ruminansia khususnya sapi yaitu toleran terhadap musim panas, tahan terhadap hama dan penyakit dan mudah tersedia di musim kemarau saat pakan hijauan yang lain kurang. Pengelolahan limbah perkebuan tebu diantaranya pengelolahan dalam bentuk blok rumput, silase, hay dan water. Dalam hal ini, kelompok kami bermaksud meneliti limbah pengelolahan tebu berupa ampas tebu, diolah menjadi pellet (wafer). Menurut BPPP (1985) hijauhan dalam bentuk wafer dapat meningkatkan tigkat konsumsi, walaupun sedikit menurukan daya cerna bahan kering. Bentuk wafer memberikan kemudahan dalam pemberian pada ternak dan penyimpanan. Wafer ampas tebu ini diharapkan dapat mengatasi sulitnya memperoleh hijauan saat musim kemarau.

1.1 Rumusan Masalah
Sesuai dengan judul yang kami ambil, maka kami mengambil perumusan masalah sebagai berikut: Bagaimana cara mengolah ampas tebu menjadi pellet (wafer) pakan ternak sapi?

1.2 Tujuan Penelitian
Dalam pembuatan karya ilmiah ini tujuan yang akan di capai meliputi:
1. Mengetahui cara pengolahan ampas tebu sebagai pellet (wafer) pakan ternak sapi.
2. Mengetahui perbedaan yang dialami hewan ternak sapi ketika memakan rumput dengan pellet (wafer)
3. Dapat meminimalisir dampak negatif dari limbah padat tersebut (ampas tebu bagi lingkungan)

1.3 Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat member manfaat, yaitu :
1. Menambah pengetahuan bahwa ampas tebu dapat dimanfaatkan sebagai pellet (wafer) pakan ternak sapi
2. Dapat mengelola limbah dapat ampas tebu agar tidak berbahaya bagi lingkungan dan masyarakat yang berada pada wilayah tersebut
3. Peternak dapat memanfaatkan pellet (water) sebagai pakan alternatif pengganti pakan dari hijauan
4. Dapat digunakan sebagai dasar dalam menentukan kebijakan dalam rangka mewujudkan lingkungan yang bersih

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Landasan Teori 
2.1.1 Ampas Tebu

Ampas tebu merupakan limbah pabrik gula yang banyak ditemukan dan sangat mengganggu apabila tidak dimanfaatkan. Saat ini belum banyak peternak menggunakan amapas tebu tersebut untuk bahan pakan ternak, hal ini mungkin karena ampas tebu menteliti serat kasar dengan kandungan lignin sangat tinggi (19.7%) dengan kadar [protein kasar rendah (28%). Namun limbah ini sangat potensi sebagai bahan pakan ternak. Melalui fermentasi ampas tebu sama dengan fermentasi menggunakan probiotik, kualitas dan tingkat kecernaan ampas tebu akan diperbaiki sehingga dapat digunakan sebagai bahabn pakan. Tahapan fermentasi ampas tebu sama dengan fermentasi jerami. Namun perlu ditambahkan beberapa bahan untuk melengkapi kebutuhan mineral yang diperlukan dalam bahan pakan tersebut.

Syaiful Anwar (2007), tebu (Saccharum officinarum) adalah tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula. Tannaman ini hanya dapat tumbuh di daerah beriklim tropis. Tanaman ini termasuk jenis rumput-rumputan. Umur tanaman sejak ditaman sampai bisa dipanen mencapai kurang lebih 1 tahun. Di Indonesia tebu banyak dibudidayakan di pulau Jawa dan Sumatra (Anonim,2007).

Ampas tebu atau lazimnya disebut bagas, adalah hasil samping dari proses ekstraksi (pemerahan) cairan tebu. Dari satu pabrik dihasilkan ampas tebu sekitar 35 – 40% dari berat tebu yang digiling (Indriani dan Sumiarsih, 1992). Husin (2007) menambahkan, berdasarkan data dari Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) ampas tebu yag dihasilkan sebanyak 32% dari berat tebu giling. Pada musim giling oleh 57pibrik gula  di Indonesia mencapai sekitar 30 juta ton (Anonim,2007), sehingga ampas tebu yang dihasilkan diperkirakan mencapai 9.640.000 ton. Namun, sebanyak 60% dari ampas tebu tersebut dimanfaatkan oleh pabrik gula sebagai bahan bakar, bahan baku untuk kertas, bahan baku industri kanvas rem, industri jamur dan lain-lain. Oleh karena itu diperkirakan sebanyak 45% dari ampas tebu tersebut belum dimanfaatkan (Husin,2007).

Menurut Husin (2007) hasil analisis serat bagas adalah seperti dalam Tabel 2. Berikut :
Tabel 2. Komposisi kimia ampas tebu.

Kandungan
Kadar (%)
Abu
Lignin
Selulosa
Sari
Pentosan
SiO2
3,82
22,09
37,65
1,8
27,97
3,01

Pada umumnya, pabrik gula di Indonesia memanfaatkan ampas tebu sebagai bahan bakar bagi pabrik yang bersangkutan, setelah ampas tebu tersebut mengalami pengeringan. Disamping untuk bahan bakar, ampas tebu juga banyak digunakan sebagai bahan baku pada industri kertas, particleboard, fibreboard, dan lain-lain (Indriani dan Sumiarsih, (1992).

Berdasarkan pertimbangan diatas, perlu dikaji penggunaan ampas tebu sebagai pellet (wafer) pakan ternak. Diharapkan proses ini akan meminimalisir pencemaran lingkungan.

2.1.2 Pellet (Wafer)
Wafer adalah salah satu bentuk pakan ternak yang merupakan modifikasi bentuk cube, dalam proses pembuatannya mengalami pemadatan dengan tekanan dan pemanasan dalam suhu tertentu (Noviagama, 2002).  Teknologi CCFB sangat potensial untuk usaha efisiensi limbah pertanian dan peningkatan daya guna hasil samping agroindustri termasuk sisa pengolahan dengan biaya rendah dan dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan ruminansia saat mengalami kekurangan pakan yang terjadi akibat banjir musim kemarau (Noviagama, 2002).

Wafer ransum komplit adalah suatu produk pengolahan pakan ternak yang terdiri dari pakan sumber serat (rumput lapang, ampas dan pucuk tegu) yaitu hijauan dan konsentrat dengan komposisi yang disimpan berdasarkan kebutuhan nutrisi ternak dan dalam proses pembuatannya mengalami pemadatan (Jayusmar,2000). Wafer ransum komplit yang terdiri dari campuran hijauan dan konsentrat dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pakan karena ternak tidak dapat memilih antara pakan hijauan dan konsentrat, berdasarkan hal tersebut diharapkan dapat tercukupi kebutuhan nutrisinya (Lalitya,2004).

Bentuk wafer yang padat dan cukup ringkas diharapkan dapat:
(1) Meningkatkan palatabilitastarnak yaitu sifat performansi bahan-bahan pakan sebagai akibat dari keadaan fisik adn kimiawi yang di miliki oleh bahan-bahan pakan yang dicerminkan oleh organoleptik (pengujian terhadap bahan makanan berdasarkan kesukaan dan kemauan untuk mempergunakan suatu produk)  karena bentuknya yang padat,
(2) Memudahkan dalam penanganan, pengawetan, peyimpanan, transportasi, dan penanganan hijauan lainnya,
(3) Memberikan nilai tambah karena selain memanfaatkan limbah hijauan, juga dapat memanfaatkan limbah hijauan, juga dapat memanfaatkan limbah pertanian dan perkebunan
(4) Menggunakan teknologi sederhana dengan energi yang relatif rendah (Trisyulianti, 1998).

Prinsip pembuatan wafer mengikuti prinsip pembuatan papan partikel. Proses pembuatan wafer dibutuhkan perekat yang mampu mengikat partikel-partikel bahan sehingga dihasilkan wafer yang kompak dan padat sesuai dengan densitas yang diinginkan (Trisyulianti, 1998)

Wafer pada umumnya memiliki warna lebih gelap dibanding warna asal, hal tersebut disebabkan oleh adanya proses browning secara non enzimatis yaitu karamelisasi dan reaksi Maillard.
Menurut winarno (1992), karamelisasi terjadi jika suatu larutan sukrosa diuapkan sampai sluruh air menguap. Jika pemanasan dilanjutkan, maka cairan yang ada bukan terdiri dari air, tetapi merupakan cairan sukrosa yang lebur. Reaksi Maillard merupakan reaksi antara karbohidrat, khususnya gula pereduksi dengan gugus amina primer.

Keuntungan wafer ransum komplit menurut Trisyulianti (1998) :
(1) Kualitas nutrisi lengkap,
(2) Mempunyai bahan baku bukan hanya dari hijauan makanan ternak seperti rumput dan legum, tapi juga dapat memanfaatkan limbah pertanian, perkebunan, atau limbah pabrik pangan, seperti (rumput lapang, ampas dan pucuk tebu)
(3) Tidak mudah rusak oleh faktor biologis karena mempunyai kadar air kurang dari 14%,
(4) Ketersediaannya terkesinambungan karena sifatnya yang awet dapat bertahan cukup lama sehingga dapat mengantisipasi ketersediaan pangan pada musim kemarau serta dapat dibuat pada saat musim hujan dimana hasil-hasil hijauan makanan ternak dan produk pertanian melimpah,
(5) Memudahkan dalam penanganan karena bentuknya padat kompak sehingga memudahkan dalam penyimpanan dan transportasi

2.1.3 Sapi

Sapi ternak adalah hewan ternak anggota familia bovidae dan sub familia bovinae. Sapi di pelihara terutama untuk di manfaatkan susu dan dagingnya sebagai bahan pangan. Hasil sampingan, seperti kulit, jeroan, dan tanduknya juga kemudian dimanfaatkan. Di sejumlah tempat sapi juga di pakai untuk membantu bercocok tanam, seperti menarik gerobak atau bajak.

Sapi tergolong hewan herbivora(hewan pemakan rumput). Rumput yang berkualitas baik(unggulan) atau campuran rumput dengan kacang-kacangan dan umumnya sudah dapat memenuhi kebutuhan makanan pokok, pertumbuhan dan reproduksi yang normal sehingga pada pemeliharaan sapi dianjurkan lebih banyak menggunakan hijauan(85-100%). Contoh hijauan atau rumput yang berkualitas baik adalah rumput setaria, rumput gajah, rumput raja, rumput benggala, turi, kaliandra. Disamping hijauan/rumput-rumputan ada juga jenis makanan sapi yang tergolong hijauan limbah pertanian misalnya jerami kacang panjang, jerami padi disamping hijauan atau rumput-rumputan pakan sapi juga dapat berupa konsentrat jenis-jenis pakan konsentrat diantaranya adalah dedak padi, ampas tahu, parutan kelapa dan jagung. Disamping itu hewan sapi juga membutuhkan bahan makanan tambahan berupa vitamin, mineral, garam, tetes tebu, urea, dan ampas tebu dalam bentuk wafer.(online, 2011)

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

1.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif yaitu suatu metode penelitian yang digunakan dengan tujuan utama membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif. (Notoatmojo, 2005 : 138)

1.2 Tempat dan waktu penelitian
Tempat           : Madukismo / Prabrik Gula

1.3 Analisa Data
Analisa data merupakan proses memilih dari beberapa unsur maupun permasalahan yang sesuai dengan penelitian yang dilakukan (Sedamayanti dan Syarifuddin H, 2002 : 166)
Dalam penelitian ini, data yang dianalisis merupakan data sekunder yaitu data yang diperoleh dari literature, buku-buku, dan internet yang berkaitan dengan penelitian ini.

BAB V
PENUTUP

1.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian-uraian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa :
1. Ampas tebu dapat digunakan sebagai bahan baku pellet(wafer) pakan ternak sapi
2. Sapi dapat tercukupi kebutuhan nutrisinya dari makanan yang sudah diolah dan dibentuk menjadi wafer dan meningkatkan palatabilitas ternak karena bentuknya yang padat
3. Kegiatan ini dapat meminimalisir dampak negatif dari limbah cair bagi lingkungan

1.2 Saran
Berdasarkan penjelasan-penjelasan sebelumnya, sebaiknya
1. Sebaiknya masyarakat mengerti cara pengolahan ampas tebu yang digunakan sebagai pellet (wafer) pakan ternak sapi
2. Seharusnya pengelola dapat mengelola limbah padat pengolahan tebu agar tidak berbahaya bagi lingkungan dan masyarakat yang berada pada wilayah tersebut.
3. Alangkah baiknya jika peternak dapat memanfaatka pellet(wafer) sebagai pakan ternak alternatif pengganti pakan ternak sapi dari hijauan
4. Seharusnya pemerintahan menentukan kebijakan dalam rangka mewujudkan lingkungan yang bersih