Makalah Motivasi Dalam Psikologi Olahraga - Lengkap
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT. Berkat rahmat dan karunia Nya, penulisan makalah mata kuliah Senam dengan judul “Motivasi dalam Psikologi Olahraga” dapat diselesaikan. Makalah ini disusun sebagai bukti tertulis sebagai tugas.
Dalam penulisan makalah ini tentu ada beberapa pihak yang ikut berperan aktif dalam merampungkan makalah ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih belum sempurna, untuk itu kami harapkan kritik dan saran ke arah yang membangun. Semoga bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Penulis,
Banyuwangi, ……………2015
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar isi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Psikologi Olahraga
2.2 Mengapa Psikologi Olahraga Diperlukan dalam Olahraga?
2.3 Definisi Motivasi Menurut Para Ahli Psikologi
2.4 Teori Motivasi
2.5 Jenis Motivasi
2.6 Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi
2.7 Cara Meningkatkan Motivasi
2.8 Mitos Motivasi
2.9 Peranan Motivasi dalam Olahraga
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Psikologi
Olahraga adalah Ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam aktivitas
olahraga, dalam olahraga terdapat banyak gejala-gejala yang timbul pada
kejiwaan atlet tersebut, gejala ini banyak timbul karena dalam olahraga
prestasi terdapat kompetisi yang membuat semua atlit bersaing ketat untuk
mendapatkan juara. Pentingnya pemanfaatan ilmu psikologi dalam olahraga
didasari fakta bahwa ada 3 unsur yang menentukan keberhasilan seorang atlet
atau sebuah tim dalam sebuah pertandingan, yaitu; fisik, teknik dan mental.
Faktor fisik dan mental adalah dua faktor dalam tubuh manusia yang selalu akan
saling mempengaruhi. Orang yang sakit secara fisik akan mempengaruhi kondisi
mental, begitu juga sebaliknya. Ada banyak unsur dalam mental seorang atlet
yang menentukan keberhasilan sebuah pertandingan, diantaranya adalah motivasi,
kepercayaan diri, kecemasan, leadership dan sebagainya.
Motivasi
dapat dilihat sebagai suatu proses dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu
sebagai usaha dalam mencapai tujuan tertentu. Motivasi yang kuat menunjukkan
bahwa dalam diri orang tersebut tertanam dorongan kuat untuk dapat melakukan
sesuatu. Ditinjau dari fungsi diri seseorang, motivasi dapat dibedakan antara
motivasi yang berasal dan luar (ekstrinsik) dan motivasi yang berasal dari
dalam diri sendiri (intrinsik). Dengan pendekatan psikologis diharapkan atlet
dalam setiap penampilannya dapat memperlihatkan motivasi yang kuat untuk
bermain sebaik-baiknya, sehingga dapat memenangkan pertandingan.
Dalam melakukan suatu aktivitas atau kegiatan banyak
faktor yang terlibat di dalamnya. Salah satu faktor yang berperan dalam
pencapaian hasil yang optimal dalam melakukan suatu aktivitas yaitu motivasi.
Motivasi merupakan suatu dorongan atau dukungan yang dapat membuat seseorang
menjadi semangat dalam melakukan suatu aktivitas atau kegiatan. Biasanya
motivasi yang diberikan orang lain dapat menyebabkan seseorang menjadi sangat
bersemangat dan antusias dalam mewujudkan apa yang menjadi keinginan orang tersebut.
Hal tersebut terjadi karena ketika ada orang yang memberikan motivasi kepada
orang lain maka orang yang diberikan motivasi merasa ada yang mendukung dan
mendorong untuk melakukan hal yang menjadi keinginan orang itu.
1.2 Rumusan Masalah
- Apa
pengertian psikologi olahraga?
- Mengapa psikologi olahraga
diperlukan dalam olahraga?
- Apa
definisi motivasi menurut para ahli psikologi?
- Apa saja teori motivasi?
- Apa saja jenis motivasi?
- Apa saja faktor yang mempengaruhi motivasi?
- Bagaimana cara meningkatkan motivasi?
- Apa saja mitos motivasi?
- Bagaimana peranan motivasi
dalam olahraga?
1.3 Tujuan
- Untuk
menjelaskan pengertian psikologi olahraga.
- Untuk
mengetahui psikologi olahraga diperlukan dalam olahraga.
- Untuk
menjelaskan definisi motivasi menurut para ahli psikologi.
- Untuk
mengetahui teori motivasi.
- Untuk
mengetahui jenis motivasi.
- Untuk
mengetahui faktor yang
mempengaruhi motivasi.
- Untuk
mengetahui cara meningkatkan
motivasi.
- Untuk
mengetahui mitos motivasi.
- Untuk
mengetahui
peranan motivasi dalam olahraga.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Psikologi Olahraga
Psikologi
adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam hubungan dengan
lingkungannya, mulai dari perilaku sederhana sampai yang kompleks. Perilaku
manusia ada yang disadari, namun ada pula yang tidak disadari, dan perilaku
yang ditampilkan seseorang dapat bersumber dari luar ataupun dari dalam dirinya
sendiri.
Ilmu
psikologi diterapkan pula ke dalam bidang olahraga yang lalu dikenal sebagai
psikologi olahraga. Penerapan psikologi ke dalam bidang olahraga ini adalah
untuk membantu agar bakat olahraga yang ada dalam diri seseorang dapat
dikembangkan sebaik-baiknya tanpa adanya hambatan dan faktor-faktor yang ada
dalam kepribadiannya. Dengan kata lain, tujuan umum dari psikologi olahraga
adalah untuk membantu seseorang agar dapat menampilkan prestasi optimal, yang
lebih baik dari sebelumnya.
2.2 Mengapa Psikologi Olahraga Diperlukan dalam Olahraga?
Meningkatnya stres dalam pertandingan dapat menyebabkan
atlet bereaksi secara negatif, baik dalam hal fisik maupun psikis, sehingga
kemampuan olahraganya menurun. Mereka dapat menjadi tegang, denyut nadi
meningkat, berkeringat dingin, cemas akan hasil pertandingannya, dan mereka
merasakan sulit berkonsentrasi. Keadaan ini seringkali menyebabkan para atlet
tidak dapat menampilkan permainan terbaiknya. Para pelatih pun menaruh minat
terhadap bidang psikologi olahraga, khususnya dalam pengendalian stres.
Psikologi olahraga juga diperlukan agar atlet berpikir
mengenai mengapa mereka berolahraga dan apa yang ingin mereka capai? Sekali
tujuannya diketahui, latihan-latihan ketrampilan psikologis dapat menolong
tercapainya tujuan tersebut.
Mental yang tegar, sama halnya dengan teknik dan fisik,
akan didapat melalui latihan yang terencana, teratur, dan sistematis. Dalam
membina aspek psikis atau mental atlet, pertama-tama perlu disadari bahwa
setiap atlet harus dipandang secara individual, yang satu berbeda dengan yang
lainnya. Untuk membantu mengenal profil setiap atlet, dapat dilakukan
pemeriksaan psikologis, yang biasa dikenal dengan "psikotes", dengan
bantuan psikometri.
Profil psikologis atlet biasanya berupa gambaran
kepribadian secara umum, potensi intelektual. dan fungsi daya pikimya yang
dihubungkan dengan olahraga. Profil atlet pada umumnya tidak berubah banyak
dari waktu ke waktu. Oleh karenanya, orang sering beranggapan bahwa calon atlet
berbakat dapat ditelusun semata-mata dari profil psikologisnya. Anggapan
semacam ini keliru, karena gambaran psikologis seseorang tidak menjamin
keberhasilan atau kegagalannya dalam prestasi olahraga, karena banyak sekali
faktor lain yang mempengaruhinya. Beberapa aspek psikologis dapat diperbaiki
melalui latihan ketrampilan psikologis (diuraikan kemudian) yang terencana dan
sistematis, yang pelaksanaannya sangat tergantung dari komitmen si atlet
terhadap program tersebut
Penampilan seorang atlet tidak bisa dilepaskan dari daya
dorong yang dia miliki. Sederhananya, semakin besar daya dorong yang dimiliki,
maka penampilan akan semakin optimal, tentu saja jika ditunjang dengan
kemampuan teknis dan kemampuan fisik yang memadai. Daya dorong itulah yang
biasa disebut dengan motivasi. Menurut Hodgetts dan Richard (2002) motif adalah
sesuatu yang berfungsi untuk meningkatkan dan mempertahankan serta menentukan
arah dari perilaku seseorang. Sedang motivasi adalah motif yang tampak dalam
perilaku. Motiflah yang memberi dorongan seseorang dalam melakukan suatu
aktivitas. Hampir semua aktivitas manusia didorong oleh motif-motif tertentu
yang bersifat sangat individualis.
Secara garis besar, ada dua jenis motivasi jika dilihat
dari arah datangnya: yakni motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi
intrinsik merupakan motivasi yang datang dari dalam diri individu. Sebagai
contoh keinginan untuk mendapat poin sempurna dalam sebuah kejuaraan senam, atau
keinginan untuk menyelesaikan sebuah handicap dalam olahraga motocross.
Motivasi yang datang dari dalam diri individu tanpa campur tangan faktor luar
inilah yang biasa disebut sebagai motivasi intrinsik.
2.3
Definisi Motivasi Menurut Para Ahli Psikologi
- David Krech (1962)
Menyatakan bahwa motivasi adalah kesatuan keingian dan
tujuan yang menjadi pendorong untuk bertingkah laku dinyatakan bahwa studi tentang motivasi adalah studi yang
mempelajari dua pertanyaan yang berbeda atas tingkahlaku individu yakni,
mengapa individu memilih tingkahlaku tertentu dan menolak tingkah laku yang
lainnya.
- Barelson dan Steiner dalam O. Koontz (1980)
Motivasi adalah kekuatan dari dalam yang menggerakkan dan
mengarahkan atau membawa tinkahlaku Ke tujuan. Pada hakikatnya, rumusan
ini,bila diteliti dengan cermat,merupakan terminologi umum yang mencakup arti
daya dorong, keinginan,kebutuhan dan kemauan. Hubungan antara
kebutuhan,keinginan dan kepuasan digambarkan sebagai mata rantai yang disebut
Need – want – satisfaction chain
- E.J Muray (1964 )
Motivasi adalah faktor internal yang menggairahkan,
mengarahkan dan mengintegrasikan tingkahlaku seseorang.
- M.L Kamlesh (1983
Motivasi adalah kecenderungan yang mengarahkan dan
memilih tingkah laku yang terkendali sesuai kondisi, dan kecenderungan
mempertahankannya sampai tujuan tercapai.
- Robert.N. Singer (1986)
Motivasi adalah sebagai dorongan untuk mencapai tujuan,
dorongan dari dalam terhadap aktifitas yang bertujuan. Menurut singer motivasi
itu terbagi antara dua yaitu, dorongan (drive) fisik, dan motif sosial.
Dorongan fisik adalah kecenderungan bertingkah laku kearah pemuasan kebutuhan
biologis. Motif sosial itu kompleks, muncul dan berkembang dari sumber – sumber
sosia, seperti hubungan antar manusia. Dorongan fisik tidak dapat dipelajari,
sedangkan motif sosial dapat.
- W.S. Winkel (1983), Wahjosumidjo (1985), Kamlesh
(1983).
Motivasi terbagi atas dua bentuk, yakni motivasi
ekstrinsik dan intrinsik. Matovasi ekstrinsik itu bentuk motivasi yang di
timbulkan oleh berbagai sumber dari luar seperti pemberian hadiah, penghargaan,
sertfikat dan sebagainya. Motivasi intrinsik itu adalah dorongan alamiah yang
mendorong seseorang mengerjakan sesuatu dan bukan kerena situasi buatan.
Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa :
”motivasi olahraga” adalah keseluruhan daya penggerak (motif – motif) didalam
diri individu yang menimbulkan kegiatan berolahraga, menjamin kelangsungan
latihan dan memberi arah pada kegiatan latihan untuk mencapai tujuan yang
dikehendaki.
Olahraga digemari anak – anak, pemuda dan para orang tua
karena memiliki daya tarik untuk mengembangkan berbagain kemampuan, menumbuhkan
harapan – harapan, memberikan pengalaman yang membanggakan, meningkatkan
kesehatan jasmani, dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan praktis dalam
kehidupan sehari – hari dan sebagainya.
Melalui olahraga para pemuda mendaptakan kesempatan yang
luas untuk mengembangkan kemampuan, mendapatkan pengakuan dan popularitas,
menemukan teman – teman baru serta pengalaman bepergian dan bertanding yang mendatangkan
kegembiraan dan kepuasan. Olahraga merupakan aktivitas yang unik, dimana sermua
memerlukan hubungan yang harmonis dan ideal antara proses berfikir, emosi dan
gerakan.
Kompetisi menimbulkan keadaan penuh stres dan dapat
menimbulkan kecemasan atau anxiety, serta tantangan untuk mengatasi berbagai
perasaan, dengan berolahraga timbul bermacam – macam dorongan untuk bertindak
sebaik – baiknya yang merupakan sebagian dorongan untuk mengembangkan diri
sendiri atau ”self – improvement”.
2.4
Teori Motivasi
Ada beberapa teori motivasi yang cukup menarik untuk
dibicarakan, yakni, Teori hedonismo, Teori Naluri. Teori Kebudayaan dan Teori
Kebutuhan.
- Teori Hedonisme
Teori ini mengatakan bahwa pada hakekatnya manusia akan
memilih aktivitas yang menyebabkannya merasa gembira dan senang. Begitu pula
dalam olahraga, orang hanya akan memilih aktivitas yang menarik dan
menguntungkan dirinya dan akan mengesampingkan yang tidak menarik. Oleh sebab
itu, pelatih harus mempersiapkan dan membantu setiap atlet untuk memperbesar
apa yang memberi nilai tambah yang dicarinya pada saat itu dan memperkecil apa
saja yang dapat menumbuhkan ketidaksenangan dalam aktivitas itu.
- Teori Naluri
Teori ini menghubungkan kelakuan manusia dengan
macam-macam naluri, seperti naluri mempertahankan diri, mangembangkan diri dan
mengembangkan jenis. Kebiasaan, tindakan dan tingkahlakunya digerakkan oleh
naluri tersebut. Untuk itu guru, pelatih dan pembina dalam proses belajar atau
latihan perlu memperhatikan naluri – naluri individu, dan mendeteksi naluri
yang dominan pada setiap individu.
- Teori Kebudayaan
Teori ini menghubungkan tingkahlaku manusia berdasarkan
pola kebudayaan tempat ia berada. Bertolak dari teori ini, maka para pelatih
dan pembina perlu mengetahui latarbelakang kehidupan dan kebudayaan setiap
atlet, agar kegiatan olahraga yang dilaksanakannya tidak dirasakan baru atau
asing, melainkan sebagai bagian hidup dan pola kebudayaanya.
- Teori kebutuhan
Teori ini beranggapan bahwa tingkahlaku manusia pada
hakekatnya bertujuan memenuhi Kebutuhannya. Sehubungan dengan pandangan ini,
maka pelatih atau pembina hendaknya dapat mendeteksi kebutuhan yang domina
setiap individu.
2.5 Jenis
Motivasi
Motivasi
olahraga dapat dibagi atas motivasi primer dan sekunder, dapat pula atas
motivasi biologis dan sosial. Namun banyak ahli membagikannya atas dua jenis,
intrinsik dan ekstrinsik.
a)
Motivasi
Intrinsik
Motivasi
intrinsik adalah dorongan dari dalam yang menyebabkan individu berpartisipasi.
Dorongan ini sering dikatakan dibawa sejak lahir, sehingga tidak dapat
dipelajari. Atlet yang punya motivasi intrinsik akan mengikuti latihan
peningkatan kemampuan atau ketrampilan, atau mengikuti pertandingan, bukan
karena situasi buatan (dorongan dari luar), melainkan karena kepuasan dalam
dirinya. Bagi atlit tersebut, kepuasan diri diperoleh lewat prestasi yang
tinggi bukan lewat pemberian hadiah, pujian atau penghargaan lainnya. Atlit ini
biasanya tekun, bekerja keras, teratur dan disiplin dalam menjalani latihan
serta tidak menggantungkan dirinya pada orang lain.
Menurut Self Determination Theory yang juga
dikembangkan oleh Deci & Ryan (1985, dalam Vallerand, 2004) motivasi
intrinsik mempunyai tiga tingkatan, yaitu: (1) Knowledge. (2) Acomplishment,
(3) Stimulation.
- Motivasi
Intrinsik untuk Tahu (Knowledge).
Dalam motivasi untuk tahu ini, seseorang melibatkan diri dalam
sebuah aktivitas karena kesenangan untuk
belajar. Dalam konteks olahraga, motivasi ini penting dalam proses latihan. Para
pemain harus mempunyai motivasi intrinsik jenis ini untuk memastikan bahwa mereka
selalu terlibat dalam proses latihan
dengan baik. Untuk selalu menggugah motivasi ini, para pelatih juga harus
selalu kreatif menciptakan metode latihan yang selalu memberi sesuatu yang baru
kepada para pemain. Jika pelatih gagal memberi sesuatu yang baru, mungkin
motivasi yang sudah dimiliki oleh para pemain akan luntur perlahan-lahan.
- Motivasi
Intrinsik yang berkaitan dengan pencapaian (Accomplishment).
Manusia selalu mempunyai naluri untuk mencapai
sesuatu. Bahkan secara ekstrem, orang yang sudah kaya raya pun tidak pernah
berhenti untuk mengeruk harta. Ini membuktikan bahwa setiap manusia mempunyai
keinginan untuk mencapai sesuatu. Dalam konteks olahraga, atlet sebenarnya juga
mempunyai hal serupa. Motivasi intrinsik tipe ini seseorang melakukan aktivitas
karena terdorong oleh kesenangan mencoba untuk melampaui dirinya sendiri.
Artinya ada keinginan untuk lebih dan lebih. Seorang pelatih bisa menciptakan
hal ini dengan selalu membawa unsur kompetisi dalam proses latihan. Para pemain
juga harus selalu mengikuti kompetisi yang kompetitif dengan jenjang yang
selalu meningkat. Selain untuk mengevaluasi kemampuan, tapi juga agar mereka
selalu terfasilitasi untuk melewati pencapaian yang sudah pernah diperoleh.
- Motivasi
Intrinsik untuk merasakan stimulasi (Stimulation).
Jenis ini mendorong seseorang untuk terlibat dalam
sebuah aktivitas dalam rangka merasakan kenikmatan yang sensasional. Para atlet
panjat tebing, pendaki gunung dan sebagainya adalah contoh orang-orang yang
selalu ingin merasakan pengalaman yang sensasional ini. Untuk atlet lain,
barangkali dengan mendapat pencapaian tertinggi, maka pengalaman sensasional
ini akan tercapai. Bayangkanjika seseorang berhasil mendapatkan medali emas
olimpiade, pasti luar biasa. Untuk itulah, para atlet harus selalu dirangsang
untuk selalu mengeset sasarannya setinggi mungkin.
b) Motivasi Ekstrinsik
Motivasi
ekstrinsik adalah dorongan yang berasal dari luar diri individu yang
menyebabkan individu beradaptasi dalam olahraga. Dorongan ini barasal dari
pelatih, guru, orngtua, bangsa atau berupa hadiah, sertifikat, penghargaan atau
uang. Motivasi ekstrinsik itu dapat dipelajari dan tergantung pada besarnya
nilai penguat itu dari waktu ke waktu. Ini dapat karena mempertaruhkan nama
bangsa dan negara, karena hadiah besar, karena publikasi lewat media massa.
Dorongan yang demikian ini biasanya tidak bertahan lama. Perubahan nilai
hadiah, tiadanya hadiah akan menurunkan semangat dan gairah berlatih. Kurangnya
kompetisi menyebabkan latihan kurang tekun, sehingga prestasinya merosot.
Motivasi
ekstrinsik dalam olahraga meliputi juga motivasi kompetitif, karena motif untuk
bersaing memegang peranan yang lebih besar daripada kepuasan karena telah
berprestasi baik. Kemenangan merupakan satu-satunya tujuan, sehingga dapat
timbul kecenderungan untuk berbuat kurang sportif atau kurang jujur seperti
licik dan curang. Atlet-atlet yang bermotifasi ektrinsik, sering tidak
menghargai orang lain, lawannya, atau peraturan pertandingan. Agar dapat
menang, maka ia cenderung berbuat hal-hal yang merugikan, seperti memakai obat
perangsang, mudah dibeli atau disuap.
Motivasi ekstrinsik biasa didefinisikan motivasi yang
datang dari luar individu. Dengan kata lain, motivasi yang dimiliki seseorang
tersebut dikendalikan oleh objek-objek yang
berasal dari luar individu. Contoh-contoh motivasi yang bersifat
ekstrinsik adalah: hadiah, trofi, uang, pujian, dan sebagainya.
Tipe motivasi Ekstrinsik: Motivasi ekstrinsik tidak
selamanya hanya bersifat sementara, tapi dengan penanganan yang tepat, motivasi
ekstrinsik bisa memberi kekuatan yang tidak kalah dengan motivasi intriksik.
Berikut ini beberapa tingkatan motivasi ekstrinsik:
- External
regulation.
Regulasi eksternal mempunyai makna bahwa sebuah
perilaku muncul dalam rangka mendapatkan benda-benda/sesuatu yang bersifat
eksternal (medali, trofi) serta dalam rangka menghindari tekanan (tekanan
sosial). Bukti bahwa seorang atlet sedang berada dalam fase regulasi eksternal adalah ketika mereka
mengatakan, “Saya akan pergi berlatih hari ini karena saya tidak ingin
dicadangkan oleh pelatih pada pertandingan mendatang!”
Dalam ucapan ini tampak bahwa pemain tersebut datang
ke latihan hanya karena dia takut tidak bermain di tim inti. Jadi motivasinya
bukan karena memang dia membutuhkan latihan. Bagaimana seandainya sang pelatih
sudah cinta mati kepadanya? Tentu saja dia akan sering mangkir latihan, karena
toh nggak latihan saja dia tetap akan main di tim utama.
- Introjected
regulation.
Dalam tipe kedua dari motivasi ekstrinsik ini pemain
mulai menginternalisasi alasan-alasan dari perilakunya. Internalisasi alasan
ini menggantikan kontrol dari luar seperti dalam external regulation. Dia
menggantikan kontrol eksternal dengan sesuatu yang berasal dari dalam diri.
Masih dalam konteks latihan, pemain yang mempunyai introjected regulation ini akan mengatakan, “Saya berlatih karena
saya akan merasa bersalah seandainya tidak datang.”
Dengan kata lain, meskipun sumbernya masih berasal
dari luar, tapi pemain sudah mulai menggunakan unsur yang berasal dari dalam
dirinya, yakni rasa bersalah. Tapi sekali lagi, bukan di dasarkan atas
kebutuhan akan latihan yang berasal dari dalam dirinya.
3.
Regulated
through identification
Setelah melewati proses internalisasi, seorang
pemain mempunyai pilihan atas perilaku-perilaku yang akan dia lakukan.
Perilaku-perilaku tersebut akan dibandingkan dan dinilai mana yang layak untuk
dilakukan. dalam fase ini, motivasi ekstrinsik
telah bergerak ke arah regulated
through identification, yakni munculnya perilaku-perilaku yang dinilai dan
menjadi pilihan untuk dilakukan. Pemain sudah bisa mengidentifikasi perilaku
yang harus diambil.
Dalam ucapan, pemain yang sudah mempunyai motivasi
ekstrinsik tipe ini akan mengatakan, “ Saya memilih untuk berlatih karena
berlatih akan membantuku tampil lebih baik untuk pertandingan mendatang.”
Contoh itu menggambarkan bahwa pemain tersebut sudah mulai memiliki kesadaran
akan pilihan didasarkan atas nilai atau sesuatu yang lebih baik.
4.
Integrated
regulation
Tipe keempat yang juga tipe paling tinggi
berdasarkan teori self determinis adalah
integrated regulation. Dalam
integrated regulation ini, pemain
sudah memilih sebuah perilaku untuk dikerjakan yang bergerak dari motivasi
eksternal ke tindakan yang terpilih. Dalam kasus ini, pilihan yang diambil oleh
seseorang dibuat berdasarkan fungsi-fungsi yang berhubungan dengan berbagai
macam aspek dari diri seseorang. Seorang atlet sudah memilih untuk tetap
tinggal di rumah dibanding jalan-jalan bersama teman-teman, sehingga atlet
tersebut akan siap menghadapi pertandingan esok hari.
Ada pilihan-pilihan aktivitas lain yang muncul
bersamaan dengan aktivitas yang seharusnya dilakukan oleh seorang pemain. Dalam
tahap ini, berarti memang motivasi eksternal mencapai titik efektifnya karena
selain menjadi pengatur perilaku atlet, motivasi eksternal ini juga sudah memberi
kesadaran bagi seorang atlet akan perilaku yang seharusnya dia lakukan.
2.6 Faktor
Yang Mempengaruhi Motivasi
Ada banyak
sekali faktor yang berpengaruh terhadap tinggi rendahnya motivasi. Gunarsa
(2004) menjelaskan bahwa ada 4 dimensi dari motivasi. Dimensi-dimensi tersebut
adalah:
1.
Atlet
Sendiri
Atlet
memegang peranan sentral dari munculnya motivasi. Atlet sendiri yang mengatur
dirinya untuk mencapai atau mendapatkan sesuatu. Jika atlet sudah merasa puas
dengan pencapaian yang ada, maka tidak ada lagi usaha keras untuk mendapatkan
sesuatu yang baru.
2. Hasil Penampilan
Hasil
penampilan sangat menentukan motivasi seorang atlet selanjutnya. Kekalahan
dalam pertandingan sebelumnya akan berdampak negatif terhadap motivasi atlet
berikutnya. Atlet akan diliputi perasaan tidak berdaya dan seolah-olah tidak
mampu lagi untuk bangkit. Terlebih lagi jika mengalami kekalahan dari pemain
yang dianggap lebih lemah dari dirinya. Sebaliknya, jika mendapatkan
kemenangan, maka hal itu akan menumbuhkan sikap positif untuk mengulang
keberhasilan yang berhasil dia raih. Sebagai contoh, permainan tim nasional
sepakbola Indonesia dalam Piala Asia tahun 2007 yang lalu. Kemenangan
pertandingan pertama melawan Bahrain membuat para pemain tim nasional begitu
bersemangat untuk mendapatkan hasil serupa ketika bertanding melawan Arab Saudi
pada pertandingan setelahnya.
3. Suasana Pertandingan
Suasana
pertandingan sangat menentukan emosi seorang atlet. Sebagai contoh, Taufik
Hidayat kerap mundur dari pertandingan gara-gara merasa dicurangi oleh wasit.
Kondisi tersebut tentu saja tidak menyenangkan. Emosi yang sudah terganggu oleh
kondisi pertandingan yang tidak menyenangkan akan berdampak pada motivasi atlet
dalam menyelesaikan atau memenangkan sebuah pertandingan.
4. Tugas atau Penampilan
Motivasi
juga ditentukan oleh tugas atau penampilan yang dilakukan. Jika tugas berhasil
dengan baik diselesaikan, keyakinan diri atlet akan meningkat. Dengan keyakinan
diri yang tinggi, motivasi juga akan mengalami kenaikan. Tugas yang berhasil
dilaksanakan akan memberi tambahan energi dan motif untuk bekerja lebih giat.
2.7 Cara
Meningkatkan Motivasi
Motivasi
memegang peranan yang penting dalam olahraga prestasi. Seorang atlet harus
mampu menjaga motivasinya agar tetap dalam level yang tinggi baik dalam proses
latihan maupun pada saat menjalani pertandingan. Motivasi memang bukanlah
kondisi yang tidak bisa berubah. Setiap saat motivasi atlet bisa mengalami
perubahan, sehingga diperlukan sebuah upaya agar motivasi tetap terjaga pada
level yang optimal. Ada beberapa cara untuk meningkatkan motivasi atlet,
diantara adalah:
1.
Menetapkan
Sasaran (Goal Setting)
Konsep
dasar dari goal setting adalah menciptakan tantangan bagi atlet untuk
dilewati. Secara sederhana, goal setting merangsang atlet untuk mencapai
sesuatu baik dalam proses latihan maupun dalam sebuah kompetisi. Ada beberapa
batasan tentang metode goal setting ini agar berjalan secara efektif.
Yang perlu
diperhatikan pertama adalah sasaran harus spesifik agar atlet mempunyai ukuran
atas pencapaiannya. Batasan yang kedua adalah tingkat kesulitan sasaran.
Tingkat kesulitan ini akan mempengaruhi persepsi atlet tentang kemampuannya.
Sasaran yang terlalu sulit akan membuat atlet ragu untuk bisa mencapainya.
Seandainya gagal, hal itu justru akan melemahkan keyakinan diri atlet.
Sebaliknya, sasaran juga tidak bisa dibuat terlalu mudah karena tidak akan
memberi rangsangan untuk berbuat lebih. Semakin menantang sasaran yang harus
dicapai, upaya dari seorang atlet untuk meraihnya juga akan semakin besar
(Wann, 1997).
Sasaran
juga harus dibuat bertingkat dengan membedakan sasaran jangka pendek dan jangka
panjang. Sasaran jangka pendek digunakan sebagai batu loncatan untuk meraih
sasaran yang lebih tinggi. Misalnya, Olimpiade sebagai sasaran jangka
panjangnya. Untuk mencapai hal tersebut, maka seorang atlet harus menjuarai
level Sea Games atau Asian Games terlebih dahulu.
Mengikuti
kompetisi yang rutin dan berjenjang adalah salah satu bentuk menentukan sasaran
yang efektif. Dengan banyak mengikuti kompetisi, seorang pelatih akan lebih
mudah menentukan prioritas dari kompetisi tersebut. Ada kalanya kompetisi
dijadikan sebagai ajang pemanasan untuk mematangkan kondisi fisik, sehingga
targetnya tidak perlu terlalu tinggi.
Berikutnya,
atlet harus selalu diberi feedback atas setiap pencapaian yang dia
selesaikan. Dengan feedback yang spesifik ini, atlet akan mengetahui
kekurangan dan kekuatan dirinya, sehingga atlet akan mempunyai informasi untuk
meningkatkan dirinya. Dengan menetapkan sasaran yang tepat, maka motivasi atlet
akan selalu terpacu untuk tampil dan menyelesaikan setiap tantangan yang
dihadapi.
2.
Persuasi
Verbal
Persuasi
Verbal adalah metode yang paling mudah untuk dilakukan. Pelatih, ofisial, atau
keluarga adalah orang-orang yang sering memberikan persuasi secara verbal ini.
Persuasi verbal adalah membakar semangat atlet dengan ucapan-ucapan yang
memotivasi.
Selain
itu, Persuasi verbal bisa juga dilakukan oleh atlet sendiri atau sering disebut
dengan istilah Self talk. Self talk adalah metode persuasi verbal
untuk atlet sendiri. Prinsip dasar dari self talk ini sebenarnya adalah
membantu atlet untuk mendapatkan gambaran yang positif baik tentang
kemampuannya atau mengenai suasana pertandingan. Self talk ini diyakini
mampu menumbuhkan keyakinan diri atlet baik sebelum bertanding atau pada saat
menjalani pertandingan. Dengan mengucapkan kalimat-kalimat yang membakar
semangat maka gambaran pesimisme atlet akan hilang dari persepsinya.
3.
Imagery
Training
Metode
berikutnya yang cukup membantu memacu motivasi para atlet adalah dengan
melakukan imagery training atau latihan pembayangan. Dalam latihan
pembayangan ini atlet diajak untuk memvisualisasikan situasi pertandingan yang
akan dijalani. Secara detil, atlet harus menggambarkan keseluruhan
pertandingan, mulai dari situasi lapangan, penontong, lawan dan segala macam
yang terlibat dalam pertandingan itu. Setelah mendapat gambaran yang riil, maka
atlet diajak untuk mencari solusi atas persoalan yang mungkin muncul dalam
pertandingan.
Sebagian
pemain mengembangkan persepsi bahwa di lapangan akan menghadapi lawan yang
berat, tangguh dan sulit dikalahkan. Persepsi semacam ini terkadang muncul
akibat ketegangan sebelum pertandingan. Atlet tidak secara objektif menilai
kemampuan diri sendiri. Konsentrasi atlet terfokus pada kekuatan lawan dan
situasi pertandingan yang berat. Situasi inilah yang melemahkan motivasi atlet
sebelum bertanding. Metode Imagery training mengajak para pemain untuk
mencari atas kemungkinan persoalan yang muncul di lapangan. Membayangkan
kekuatan diri, pukulan andalan atau kelemahan musuh, menciptakan kondisi
objektif pada persepsi seorang atlet.
4.
Motivasi
Supertisi ( Takhayul )
Adalah
suatu bentuk kepercanyaan kepada susuatu yang menrupakan suatu simbul dan yang
di anggap mempunyai daya kekuatan atu daya dorongan mental, motivasi ini dapat
mengubah tngkah laku menjadi lebih semangat, ambisius, dan lebih besar
kemauanya untk sukses.
5.
Motivasi
Dengan Gambar
Terutama
gambar atau poster yang ada berhubungnya dengan cabang olahraga yang di geluti
misalnya, gambar Ben Johnson yang sedang lari,gambar adegan yang menarik dalam
pertandingan sepak bola, ganbar Mike Tyson dan alin-lain.
6.
Meningkatkan
Kemampuan Atlet
Kemampuan
atlet meliputi skill teknis dan fisik. Skill dan fisik yang bagus,
akan mempengaruhi keinginan untuk mencapai prestasi yang maksimal. Skill
yang prima dapat dilihat dan dievaluasi melalui pertandingan yang diikuti oleh
atlet. Untuk itu diperlukan metode kepelatihan yang modern dan efektif untuk
meningkatkan keterampilan seorang atlet. Pelatih juga harus paham dengan
pencapaian teknik dan fisik yang dimiliki oleh pemainnya.
7.
Motivasi
insentif (Reward)
Reward ini
adalah metode yang paling banyak digunakan untuk memacu motivasi atlet. Bonus,
hadiah atau jabatan tertentu digunakan untuk memotivasi atlet. Reward ini
ditujukan untuk menggugah motivasi ekstrinsik dari atlet. Dengan iming-iming
bonus yang besar, diharapkan atlet akan terpacu tampil terbaik dan mengalahkan
lawannya.
Salah satu
kelemahan dari metode ini adalah kemungkinan menciptakan ketergantungan dari
para atlet. Banyak atlet hanya termotivasi hanya untuk mendapatkan bonus
tersebut daripada alasan lain, Sehingga tidak jarang atlet melakukan
upaya-upaya kotor untuk menjadi pemenang. Penggunaan doping adalah salah satu
cara yang paling sering ditempuh oleh seorang atlet demi tampil maksimal dan
mendapatkan hadiah atas kemenangannya. Untuk itulah, reward ini harus
diberikan sebagai pelengkap dari metode lain dan harus diberikan secara
bijaksana.
8.
Motivasi
Karena Takut
Ketakutan
atau takut terhadap sesuatu dapat merupakan motivasi yang kuat bagi seseorang.:
·
Perasaan
yang takut atau malu jika atlit tidak tau peraturan pertandingan tersebut
(sportif).
·
Kekuatan
atlit dalam porsi latihan yang diberikan.
·
Perasaan
takut atau malu ketika tidak ikut serta dalam team (diskors).
·
Perasaan
takut atau malu jika tidak bias mamanuhi harapan-harapan atau sasaran yang di
tetapkan oleh pelatih. Sehingga atlit akan beruasaha sekuat tenaga dalam batas
sportitifitas.
2.8 Mitos
Motivasi
Berbagai
upaya seringkali dilakukan oleh pelatih dalam rangka meningkatkan motivasi
atlet. Namun upaya-upaya yang dilakukan tersebut sering tidak mempertimbangkan
dampaknya atau kurang didasari pada kenyataan yang ada di lapangan oleh mitos
belaka. Hal ini berakhir bahwa hasil yang dicapai berkebalikan dengan harapan.
Jadi, pada akhirnya atlet tidak menjadi termotivasi untuk bertanding,
sebaliknya mereka menjadi antipati, enggan, cemas, atau malas untuk menampilkan
kinerja olahraga seperti yang diharapkan (Anshe1,1997).
1. Memberi
hukuman dengan tambahan porsi latihan fisik
Pelatih
adakalanya menerapkan hukuman fisik seperti push-up beberapa kali, atau berlari
dengan tambahan putaran ekstra akibat pelanggaran atau kesalahan yang dilakukan
oleh atlet, misalnya terlambat latihan. Hal ini ternyata bukan memperbaiki
kinerja atlet bahkan sebaliknya buruk
Perlakuan
ini harus dihindari dengan alasan sebagai berikut:
·
Aktivitas latihan fisik hendaknya diasosiasikan
dengan suatu keadaan yang menyenangkan, sehingga kegiatan fisik menjadi
kegiatan yang menggembirakan. Jika latihan fisik diasosiasikan dengan hukuman,
persepsi dan kesan yang diperoleh atlet terhadap kegiatan latihan menjadi
rancu. Sehingga pada suatu saat apabila atlet diharapkan untuk menambah porsi
latihannya demi peningkatan prestasinya, ia mengalami penurunan motivasi karena
penambahan porsi latihan biasanya terkait dengan hukuman. Sebaliknya jika
latihan fisik dijadikan ajang kegiatan yang menyenangkan dan tidak
pernah dikaitkan dengan memanfaatkannya sebagai hukuman, pelatih akan lebih
mudah meningkatkan motivasi atlet berlatih fisik sesuai dengan kebutuhan.
·
Tujuan hukuman adalah mencegah munculnya
perilaku yang tidak diharapkan; dan hukuman hendaknya merupakan bentuk
pengalaman yang tidak menyenangkan. Tidak mengikut sertakan atlet dalam
kompetisi akibat kesalahan atau perilaku indisipliner merupakan bentuk hukuman
yang lebih efektif daripada memberikan porsi latihan fisik tambahan.
2. Nasehat
pra kompetisi
Pelatih
sering berusaha ekstra keras untuk memberikan nasehat pada atlet menjelang
pertandingan dalam rangka mempersiapkan atlet secara lebih baik pada menjelang
pertandingan. Namun ternyata tidak semua atlet menyukai hal tersebut. Sejumlah
atlet lebih menyukai ketenangan bahkan memilih untuk menyendiri untuk lebih
mampu berkonsentrasi kelak dalam pertandingan. Memaksakan memberikan nasehat
kepada atlet menjelang pertandingan dapat menimbulkan hasil yang bertentangan
dengan harapan. Karenanya, keunikan masing-masing atlet perlu dipertimbangkan
dalam memberikan nasihat menjelang pertandingan.
3. Merendahkan
kemampuan lawan
Pelatih
seringkali berusaha meningkatkan rasa percaya diri atlet dengan memotivasinya
melalui cara menunjukkan bahwa dirinya jauh lebih tangguh daripada lawan. Atau
pelatih memberikan gambaran bahwa lawan yang dihadapi adalah lemah. Hal ini
ternyata tidak memberikan dampak positif bahkan sebaliknya karena berbagai
alasan seperti:
·
Jika atlet ternyata menyadari pernyataan pelatih
tidak benar, ia merasa dibohongi
·
Jika ternyata atlet tetap kalah sekalipun
pelatih telah memberikan gambaran bahwa lawannya lebih lemah, atlet yang
bersangkutan merasa kekalahannya semakin besar, penampilannya semakin
mengecewakan dan harga dirinya semakin rendah.
·
Adalah sikap yang tidak realistis menganggap
seseorang lawan lemah tanpa mempertimbangkan kekuatannya, karena setiap
petarung memiliki peluang untuk menang.
·
Atlet masing-masing memiliki empati dan perasaan
menghargai secara timbal balik. Sejumlah atlet merasa bahwa mengkritik lawan
secara berlebihan adalah tidak etis.
4. Tujuan
utama adalah menang
Banyak
pelatih, namun terutama pengurus, menekankan pentingnya menang. Bahkan sebagian
pengurus seolah-olah memaksakan atlet untuk selalu menang. Hal ini sesungguhnya
dapat menjadi beban tuntutan yang sangat berat bagi atlet. Berbagai penelitian
menyatakan bahwa menekankan pentingnya untuk tampil sebaik mungkin lebih
memberikan dampak positif dalam memotivasi atlet daripada menekankan atlet
untuk semata-mata menang.
5. Memperlakukan
anggota secara berbeda
Beberapa
pengurus dan pelatih memiliki kecenderungan menganak-emaskan atlet-atlet
tertentu dengan berbagai alasan. Sikap ini cenderung melahirkan inkonsistensi
dalam penetapan aturan. Inkonsistensi aturan cenderung menurunkan motivasi
atlet secara umum, termasuk atlet yang dianak-emaskan.
6. Tidak
mengeluh berarti bahagia
Diam
dan tidak mengeluh seringkali dianggap sikap yang tidak bermasalah. Hal ini
belum tentu demikian. Atlet yang sama sekali tidak mengeluh belum tentu merasa
bahagia dengan program yang dijalankannya. Karena bisa terjadi mereka yang
bersikap demikian justru memiliki sikap masa bodoh dan tidak perduli dengan
hasil yang mereka capai, sehingga tidak ada upaya lebih jauh untuk senantiasa
memperbaiki peringkat prestasi yang dicapai.
7. Atlet
tidak banyak tahu
Banyak
pelatih beranggapan bahwa pengetahuan mereka jauh melebihi atlet; di samping
itu mereka juga menganggap pengetahuan atlet masih sangat dangkal dan penuh
dengan ketidak-tahuan. Tetapi yang sering terjadi adalah pelatih mengalami
berbagai hambatan dalam menghadapi atlet, sebaliknya atlet mampu memanipulasi,
mengkontrol, mengendalikan pelatih dalam membuat keputusan. Fisher et al.
(1982) mengemukakan bahwa pelatih yang memiliki pengetahuan lebih banyak adalah
mereka yang biasanya menyempatkan lebih banyak waktu untuk berkomunikasi dengan
atletnya. Jadi, di samping mereka memiliki dasar pengetahuan teoretis, mereka
juga mampu memanfaatkan atlet sebagai nara sumber praktis.
8. Ceramah
pasca pertandingan
Adalah
biasa pelatih atau pengurus memberikan masukan pada atlet seusai atlet
bertanding. Sebagian memberi pujian atas keberhasilan atlet, sebagian lain
memberikan teguran atas kesalahan atlet selama bertanding. Padahal dalam
situasi ini atlet masih merasa lelah. Informasi teknis untuk memperbaiki diri
tidak tepat disampaikan pada periode pasta pertandingan. Sebaliknya dalam
kondisi lelah, atlet menjadi lebih peka terhadap kondisi emosi dan suasana
hati. Teguran teknis yang bersifat negatif cenderung memberikan dampak
"traumatis", perasaaan sakit hati, pada diri atlet. Jadi, perlakuan
seperti ini perlu dipertimbangkan secara lebih seksama.
Karenanya
dalam memberikan pengarahan pasca tanding hendaknya mempertimbangkan tenggang
waktu yang lebih rasional antara saat usai pertandingan dan saat
pemberian pengarahan.
9. Napoleon
Complex
Istilah
Napoleon Complex berlaku bagi pelatih yang cenderung menunjukkan sikap
otoriternya sebagai salah satu bentuk kompensasi keinginan pribadinya untuk
dihargai oleh orang lain (Anshel, 1997). Banyak pakar kepribadian menyatakan
bahwa sikap Napoleon yang "bossy" merupakan kompensasi
terhadap tubuhnya yang tergolong kerdil.
Sikap
pengurus dan pelatih yang menunjukkan kekuasaan cenderung menurunkan motivasi
atlet. Akibat sikap seperti ini pada diri atlet dapat muncul perasaan tertekan,
kehilangan minat untuk mendengarkan ceramah dan wejangan pengurus ataupun
pelatih, bahkan mereka seringkali merasa muck dengan perilaku pengurus dan
pelatih mereka.
10. Menanamkan
rasa takut
Sejumlah
pengurus dan pelatih cenderung menanamkan rasa takut pada diri atletnya dalam
upaya mengendalikan atlet supaya mereka mau melakukan apa yang diperintahkan
pengurus atau pelatih. Hal ini sesungguhnya menurunkan motivasi atlet untuk
berpartisipasi secara lebih aktif, karena mereka merasa tidak nyaman berada di
dalam lingkungan yang mengancam, menekan, otoriter.
2.9
Peranan Motivasi dalam Olahraga
Motivasi sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia
karena setiap manusia memiliki keinginan dan tujuan dalam hidupnya. Oleh karena
itu, untuk mencapai keinginan dan tujuannya itulah maka diperlukan adanya
energi pendukung dan pendorong yang disebut dengan motivasi. Motivasi sangat
berperan dalam seluruh aspek kehidupan manusia baik dalam belajar, bekerja,
berlatih dan masih banyak lagi kegiatan dimana salah satu faktor pendukungnya
adalah motivasi itu sendiri.
Dalam dunia olahraga motivasi juga menjadi hal yang penting
khususnya bagi atlet. Atlet yang berlatih dengan giat dan teratur memiliki
tujuan dan keinginan menjadi juara atau pemenang di cabang yang mereka geluti.
Untuk mencapai tujuan tersebut bukan hanya teknik, fisik, taktik yang bagus,
namun seorang atlet harus memiliki motivasi yang dapat menjadikan dirinya
antusias dalam meraih tujuannya tersebut.
Dalam melakukan suatu pekerjaan motivasi akan menentukan
seberapa besar usaha yang akan dilakukan dalam memperoleh hasil yang maksimal.
Jika seseorang memiliki motivasi yang tinggi maka usaha yang akan dilakukannya
juga akan maksimal sedangkan orang yang memiliki motivasi yang rendah maka
usaha yang dilakukan untuk mencapai tujuannya juga tidak akan maksimal. Sama
halnya dengan seorang atlet, jika seorang atlet mengalami kejenuhan pada masa
latihan maka latihan yang dilakukan tidak akan maksimal. Pada saat itulah
sangat diperlukan penyemangat atau energi pendukung yaitu motivasi.
Pada dasarnya motivasi tidak hanya diberikan ketika terjadi
kejenuhan atau kebosanan ketika berlatih, karena jika dilihat dari penjelasan
di atas bahwa selalu ada motif ketika seseorang akan melakukan suatu pekerjaan.
Motivasi ini bisa diberikan sesuai dengan kebutuhan tanpa harus menunggu adanya
permasalahan. Sama halnya dengan seorang atlet, pelatih ataupun orang-orang
yang berkecimpung di dalam organisasi olahraga juga memiliki tujuan-tujuan yang
harus dicapai.
Membangun motivasi bukanlah hal yang mudah karena tidak
setiap orang bisa dimotivasi dengan cara yang sama sehingga diperlukan orang
yang sangat mengerti hal tersebut yang biasanya sering disebut sebagai
motivator. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa motivasi yang datang
dari dalam diri sendiri (intrinsik) dan motivasi yang datang dari luar diri
seseorang (ekstrinsik). Motivasi intrinsik biasanya muncul dari dalam diri
atlet tersebut seperti keinginan, harapan, tujuan yang ingin dicapainya
sedangkan motivasi yang ekstrinsik muncul dari lingkungan dimana atlet tersebut
berlatih, pelatih, keluarga, teman bahkan yang akan menjadi lawan dalam
pertandingan juga dapat menjadi sebuah motivasi. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa motivasi merupakan faktor penting dalam kehidupan manusia.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Motivasi
merupakan kekuatan (energi) yang dapat meningkatkan persistensi dan antusiasme
seseorang dalam mencapai tujuan dan keinginannya baik yang muncul dari dalam
diri (intrinsik) maupun yang muncul dari luar diri (ekstrinsik). Motivasi yang
timbul dari dalam diri sendiri tanpa adanya faktor atau dorongan dari luar
disebut dengan motivasi intrinsik sedangkan motivasi yang timbul karena adanya
pengaruh dari luar individu disebut dengan motivasi ekstrinsik.
Motivasi
merupakan suatu hal yang penting karena motivasi dapat memicu seseorang untuk
melakukan suatu hal yang ingin dicapainya. Motivasi berperan memberikan
dorongan kepada seseorang dalam mencapai tujuan dan keinginannya. Misalnya
seorang atlet yang ingin memenangkan suatu kejuaraan, yang pada awalnya merasa
kurang yakin akan kemampuannya maka dengan adanya motivasi baik yang muncul
dari diri sendiri ditambah motivasi dari teman, pelatih, keluarga dan
lingkungan maka atlet tersebut akan merasa semangat dan antusias dalam berlatih
dan semakin siap dalam menghadapi kejuaraan.
3.2 Saran
Semoga makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi setiap pembaca dalam proses pembelajaran ataupun penambahan wawasan dalam ilmu pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA
Vallerand, R. J. (2004). Intrinsic and Extrinsic Motivation in Sport. Encyclopedia of Applied Psychology, Vol. 2
Ryan, R.M., & Deci, E. L. (2000). Intrinsic and Extrinsic Motivations: Classic Definitions and New Directions. Contemporary Educational Psychology, 25, 54-67
Davies, D. & Amstrong, M., (1989) Psychological Factors in competitive sport. The Falmer Press. Philadelpha.
0 comments:
Post a Comment