Saturday, 7 November 2015

Makalah Motivasi Dalam Psikologi Olahraga - Lengkap

KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT. Berkat rahmat dan karunia Nya, penulisan makalah mata kuliah Senam dengan judul “Motivasi dalam Psikologi Olahraga” dapat diselesaikan. Makalah ini disusun sebagai bukti tertulis sebagai tugas.



Dalam penulisan makalah ini tentu ada beberapa pihak yang ikut berperan aktif dalam merampungkan makalah ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.



Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih belum sempurna, untuk itu kami harapkan kritik dan saran ke arah yang membangun. Semoga bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.


Penulis,
Banyuwangi, ……………2015



DAFTAR ISI 

Kata Pengantar
Daftar isi

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Psikologi Olahraga
2.2 Mengapa Psikologi Olahraga Diperlukan dalam Olahraga?
2.3 Definisi Motivasi Menurut Para Ahli Psikologi
2.4 Teori Motivasi
2.5 Jenis Motivasi
2.6 Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi
2.7 Cara Meningkatkan Motivasi 
2.8 Mitos Motivasi 
2.9 Peranan Motivasi dalam Olahraga 

BAB III PENUTUP 
3.1 Kesimpulan 
3.2 Saran 

DAFTAR PUSTAKA




BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Psikologi Olahraga adalah Ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam aktivitas olahraga, dalam olahraga terdapat banyak gejala-gejala yang timbul pada kejiwaan atlet tersebut, gejala ini banyak timbul karena dalam olahraga prestasi terdapat kompetisi yang membuat semua atlit bersaing ketat untuk mendapatkan juara. Pentingnya pemanfaatan ilmu psikologi dalam olahraga didasari fakta bahwa ada 3 unsur yang menentukan keberhasilan seorang atlet atau sebuah tim dalam sebuah pertandingan, yaitu; fisik, teknik dan mental. Faktor fisik dan mental adalah dua faktor dalam tubuh manusia yang selalu akan saling mempengaruhi. Orang yang sakit secara fisik akan mempengaruhi kondisi mental, begitu juga sebaliknya. Ada banyak unsur dalam mental seorang atlet yang menentukan keberhasilan sebuah pertandingan, diantaranya adalah motivasi, kepercayaan diri, kecemasan, leadership dan sebagainya.
Motivasi dapat dilihat sebagai suatu proses dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu sebagai usaha dalam mencapai tujuan tertentu. Motivasi yang kuat menunjukkan bahwa dalam diri orang tersebut tertanam dorongan kuat untuk dapat melakukan sesuatu. Ditinjau dari fungsi diri seseorang, motivasi dapat dibedakan antara motivasi yang berasal dan luar (ekstrinsik) dan motivasi yang berasal dari dalam diri sendiri (intrinsik). Dengan pendekatan psikologis diharapkan atlet dalam setiap penampilannya dapat memperlihatkan motivasi yang kuat untuk bermain sebaik-baiknya, sehingga dapat memenangkan pertandingan.
Dalam melakukan suatu aktivitas atau kegiatan banyak faktor yang terlibat di dalamnya. Salah satu faktor yang berperan dalam pencapaian hasil yang optimal dalam melakukan suatu aktivitas yaitu motivasi. Motivasi merupakan suatu dorongan atau dukungan yang dapat membuat seseorang menjadi semangat dalam melakukan suatu aktivitas atau kegiatan. Biasanya motivasi yang diberikan orang lain dapat menyebabkan seseorang menjadi sangat bersemangat dan antusias dalam mewujudkan apa yang menjadi keinginan orang tersebut. Hal tersebut terjadi karena ketika ada orang yang memberikan motivasi kepada orang lain maka orang yang diberikan motivasi merasa ada yang mendukung dan mendorong untuk melakukan hal yang menjadi keinginan orang itu.

1.2  Rumusan Masalah
  1. Apa pengertian psikologi olahraga?
  2. Mengapa psikologi olahraga diperlukan dalam olahraga?
  3. Apa definisi motivasi menurut para ahli psikologi?
  4. Apa saja teori motivasi?
  5. Apa saja jenis motivasi?
  6. Apa saja faktor yang mempengaruhi motivasi?
  7. Bagaimana cara meningkatkan motivasi?
  8. Apa saja mitos motivasi?
  9. Bagaimana peranan motivasi dalam olahraga?

1.3  Tujuan
  1. Untuk menjelaskan pengertian psikologi olahraga.
  2. Untuk mengetahui psikologi olahraga diperlukan dalam olahraga.
  3. Untuk menjelaskan definisi motivasi menurut para ahli psikologi.
  4. Untuk mengetahui teori motivasi.
  5. Untuk mengetahui jenis motivasi.
  6. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi motivasi.
  7. Untuk mengetahui cara meningkatkan motivasi.
  8. Untuk mengetahui mitos motivasi.
  9. Untuk mengetahui peranan motivasi dalam olahraga.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Psikologi Olahraga
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam hubungan dengan lingkungannya, mulai dari perilaku sederhana sampai yang kompleks. Perilaku manusia ada yang disadari, namun ada pula yang tidak disadari, dan perilaku yang ditampilkan seseorang dapat bersumber dari luar ataupun dari dalam dirinya sendiri.
Ilmu psikologi diterapkan pula ke dalam bidang olahraga yang lalu dikenal sebagai psikologi olahraga. Penerapan psikologi ke dalam bidang olahraga ini adalah untuk membantu agar bakat olahraga yang ada dalam diri seseorang dapat dikembangkan sebaik-baiknya tanpa adanya hambatan dan faktor-faktor yang ada dalam kepribadiannya. Dengan kata lain, tujuan umum dari psikologi olahraga adalah untuk membantu seseorang agar dapat menampilkan prestasi optimal, yang lebih baik dari sebelumnya.

2.2 Mengapa Psikologi Olahraga Diperlukan dalam Olahraga?
Meningkatnya stres dalam pertandingan dapat menyebabkan atlet bereaksi secara negatif, baik dalam hal fisik maupun psikis, sehingga kemampuan olahraganya menurun. Mereka dapat menjadi tegang, denyut nadi meningkat, berkeringat dingin, cemas akan hasil pertandingannya, dan mereka merasakan sulit berkonsentrasi. Keadaan ini seringkali menyebabkan para atlet tidak dapat menampilkan permainan terbaiknya. Para pelatih pun menaruh minat terhadap bidang psikologi olahraga, khususnya dalam pengendalian stres.
Psikologi olahraga juga diperlukan agar atlet berpikir mengenai mengapa mereka berolahraga dan apa yang ingin mereka capai? Sekali tujuannya diketahui, latihan-latihan ketrampilan psikologis dapat menolong tercapainya tujuan tersebut.
Mental yang tegar, sama halnya dengan teknik dan fisik, akan didapat melalui latihan yang terencana, teratur, dan sistematis. Dalam membina aspek psikis atau mental atlet, pertama-tama perlu disadari bahwa setiap atlet harus dipandang secara individual, yang satu berbeda dengan yang lainnya. Untuk membantu mengenal profil setiap atlet, dapat dilakukan pemeriksaan psikologis, yang biasa dikenal dengan "psikotes", dengan bantuan psikometri.
Profil psikologis atlet biasanya berupa gambaran kepribadian secara umum, potensi intelektual. dan fungsi daya pikimya yang dihubungkan dengan olahraga. Profil atlet pada umumnya tidak berubah banyak dari waktu ke waktu. Oleh karenanya, orang sering beranggapan bahwa calon atlet berbakat dapat ditelusun semata-mata dari profil psikologisnya. Anggapan semacam ini keliru, karena gambaran psikologis seseorang tidak menjamin keberhasilan atau kegagalannya dalam prestasi olahraga, karena banyak sekali faktor lain yang mempengaruhinya. Beberapa aspek psikologis dapat diperbaiki melalui latihan ketrampilan psikologis (diuraikan kemudian) yang terencana dan sistematis, yang pelaksanaannya sangat tergantung dari komitmen si atlet terhadap program tersebut
Penampilan seorang atlet tidak bisa dilepaskan dari daya dorong yang dia miliki. Sederhananya, semakin besar daya dorong yang dimiliki, maka penampilan akan semakin optimal, tentu saja jika ditunjang dengan kemampuan teknis dan kemampuan fisik yang memadai. Daya dorong itulah yang biasa disebut dengan motivasi. Menurut Hodgetts dan Richard (2002) motif adalah sesuatu yang berfungsi untuk meningkatkan dan mempertahankan serta menentukan arah dari perilaku seseorang. Sedang motivasi adalah motif yang tampak dalam perilaku. Motiflah yang memberi dorongan seseorang dalam melakukan suatu aktivitas. Hampir semua aktivitas manusia didorong oleh motif-motif tertentu yang bersifat sangat individualis.
Secara garis besar, ada dua jenis motivasi jika dilihat dari arah datangnya: yakni motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik merupakan motivasi yang datang dari dalam diri individu. Sebagai contoh keinginan untuk mendapat poin sempurna dalam sebuah kejuaraan senam, atau keinginan untuk menyelesaikan sebuah handicap dalam olahraga motocross. Motivasi yang datang dari dalam diri individu tanpa campur tangan faktor luar inilah yang biasa disebut sebagai motivasi intrinsik.

2.3 Definisi Motivasi Menurut Para Ahli Psikologi
  1. David Krech (1962)
Menyatakan bahwa motivasi adalah kesatuan keingian dan tujuan yang menjadi pendorong untuk bertingkah laku dinyatakan bahwa studi tentang motivasi adalah studi yang mempelajari dua pertanyaan yang berbeda atas tingkahlaku individu yakni, mengapa individu memilih tingkahlaku tertentu dan menolak tingkah laku yang lainnya.
  1. Barelson dan Steiner dalam O. Koontz (1980)
Motivasi adalah kekuatan dari dalam yang menggerakkan dan mengarahkan atau membawa tinkahlaku Ke tujuan. Pada hakikatnya, rumusan ini,bila diteliti dengan cermat,merupakan terminologi umum yang mencakup arti daya dorong, keinginan,kebutuhan dan kemauan. Hubungan antara kebutuhan,keinginan dan kepuasan digambarkan sebagai mata rantai yang disebut Need – want – satisfaction chain
  1. E.J Muray (1964 )
Motivasi adalah faktor internal yang menggairahkan, mengarahkan dan mengintegrasikan tingkahlaku seseorang.
  1. M.L Kamlesh (1983
Motivasi adalah kecenderungan yang mengarahkan dan memilih tingkah laku yang terkendali sesuai kondisi, dan kecenderungan mempertahankannya sampai tujuan tercapai.
  1. Robert.N. Singer (1986)
Motivasi adalah sebagai dorongan untuk mencapai tujuan, dorongan dari dalam terhadap aktifitas yang bertujuan. Menurut singer motivasi itu terbagi antara dua yaitu, dorongan (drive) fisik, dan motif sosial. Dorongan fisik adalah kecenderungan bertingkah laku kearah pemuasan kebutuhan biologis. Motif sosial itu kompleks, muncul dan berkembang dari sumber – sumber sosia, seperti hubungan antar manusia. Dorongan fisik tidak dapat dipelajari, sedangkan motif sosial dapat.
  1. W.S. Winkel (1983), Wahjosumidjo (1985), Kamlesh (1983).
Motivasi terbagi atas dua bentuk, yakni motivasi ekstrinsik dan intrinsik. Matovasi ekstrinsik itu bentuk motivasi yang di timbulkan oleh berbagai sumber dari luar seperti pemberian hadiah, penghargaan, sertfikat dan sebagainya. Motivasi intrinsik itu adalah dorongan alamiah yang mendorong seseorang mengerjakan sesuatu dan bukan kerena situasi buatan.
Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa : ”motivasi olahraga” adalah keseluruhan daya penggerak (motif – motif) didalam diri individu yang menimbulkan kegiatan berolahraga, menjamin kelangsungan latihan dan memberi arah pada kegiatan latihan untuk mencapai tujuan yang dikehendaki.
Olahraga digemari anak – anak, pemuda dan para orang tua karena memiliki daya tarik untuk mengembangkan berbagain kemampuan, menumbuhkan harapan – harapan, memberikan pengalaman yang membanggakan, meningkatkan kesehatan jasmani, dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan praktis dalam kehidupan sehari – hari dan sebagainya.
Melalui olahraga para pemuda mendaptakan kesempatan yang luas untuk mengembangkan kemampuan, mendapatkan pengakuan dan popularitas, menemukan teman – teman baru serta pengalaman bepergian dan bertanding yang mendatangkan kegembiraan dan kepuasan. Olahraga merupakan aktivitas yang unik, dimana sermua memerlukan hubungan yang harmonis dan ideal antara proses berfikir, emosi dan gerakan.
Kompetisi menimbulkan keadaan penuh stres dan dapat menimbulkan kecemasan atau anxiety, serta tantangan untuk mengatasi berbagai perasaan, dengan berolahraga timbul bermacam – macam dorongan untuk bertindak sebaik – baiknya yang merupakan sebagian dorongan untuk mengembangkan diri sendiri atau ”self – improvement”.

2.4 Teori Motivasi
Ada beberapa teori motivasi yang cukup menarik untuk dibicarakan, yakni, Teori hedonismo, Teori Naluri. Teori Kebudayaan dan Teori Kebutuhan.
  1. Teori Hedonisme
Teori ini mengatakan bahwa pada hakekatnya manusia akan memilih aktivitas yang menyebabkannya merasa gembira dan senang. Begitu pula dalam olahraga, orang hanya akan memilih aktivitas yang menarik dan menguntungkan dirinya dan akan mengesampingkan yang tidak menarik. Oleh sebab itu, pelatih harus mempersiapkan dan membantu setiap atlet untuk memperbesar apa yang memberi nilai tambah yang dicarinya pada saat itu dan memperkecil apa saja yang dapat menumbuhkan ketidaksenangan dalam aktivitas itu.
  1. Teori Naluri
Teori ini menghubungkan kelakuan manusia dengan macam-macam naluri, seperti naluri mempertahankan diri, mangembangkan diri dan mengembangkan jenis. Kebiasaan, tindakan dan tingkahlakunya digerakkan oleh naluri tersebut. Untuk itu guru, pelatih dan pembina dalam proses belajar atau latihan perlu memperhatikan naluri – naluri individu, dan mendeteksi naluri yang dominan pada setiap individu.
  1. Teori Kebudayaan
Teori ini menghubungkan tingkahlaku manusia berdasarkan pola kebudayaan tempat ia berada. Bertolak dari teori ini, maka para pelatih dan pembina perlu mengetahui latarbelakang kehidupan dan kebudayaan setiap atlet, agar kegiatan olahraga yang dilaksanakannya tidak dirasakan baru atau asing, melainkan sebagai bagian hidup dan pola kebudayaanya.
  1. Teori kebutuhan
Teori ini beranggapan bahwa tingkahlaku manusia pada hakekatnya bertujuan memenuhi Kebutuhannya. Sehubungan dengan pandangan ini, maka pelatih atau pembina hendaknya dapat mendeteksi kebutuhan yang domina setiap individu.

2.5 Jenis Motivasi
Motivasi olahraga dapat dibagi atas motivasi primer dan sekunder, dapat pula atas motivasi biologis dan sosial. Namun banyak ahli membagikannya atas dua jenis, intrinsik dan ekstrinsik.
a)      Motivasi Intrinsik
Motivasi intrinsik adalah dorongan dari dalam yang menyebabkan individu berpartisipasi. Dorongan ini sering dikatakan dibawa sejak lahir, sehingga tidak dapat dipelajari. Atlet yang punya motivasi intrinsik akan mengikuti latihan peningkatan kemampuan atau ketrampilan, atau mengikuti pertandingan, bukan karena situasi buatan (dorongan dari luar), melainkan karena kepuasan dalam dirinya. Bagi atlit tersebut, kepuasan diri diperoleh lewat prestasi yang tinggi bukan lewat pemberian hadiah, pujian atau penghargaan lainnya. Atlit ini biasanya tekun, bekerja keras, teratur dan disiplin dalam menjalani latihan serta tidak menggantungkan dirinya pada orang lain.
Menurut Self Determination Theory yang juga dikembangkan oleh Deci & Ryan (1985, dalam Vallerand, 2004) motivasi intrinsik mempunyai tiga tingkatan, yaitu: (1) Knowledge. (2) Acomplishment, (3) Stimulation.
    1. Motivasi Intrinsik untuk Tahu (Knowledge).
Dalam motivasi untuk tahu  ini, seseorang melibatkan diri dalam sebuah  aktivitas karena kesenangan untuk belajar. Dalam konteks olahraga, motivasi ini penting dalam proses latihan. Para pemain harus mempunyai motivasi intrinsik jenis ini untuk memastikan bahwa mereka selalu terlibat  dalam proses latihan dengan baik. Untuk selalu menggugah motivasi ini, para pelatih juga harus selalu kreatif menciptakan metode latihan yang selalu memberi sesuatu yang baru kepada para pemain. Jika pelatih gagal memberi sesuatu yang baru, mungkin motivasi yang sudah dimiliki oleh para pemain akan luntur perlahan-lahan.
    1. Motivasi Intrinsik yang berkaitan dengan pencapaian (Accomplishment).
Manusia selalu mempunyai naluri untuk mencapai sesuatu. Bahkan secara ekstrem, orang yang sudah kaya raya pun tidak pernah berhenti untuk mengeruk harta. Ini membuktikan bahwa setiap manusia mempunyai keinginan untuk mencapai sesuatu. Dalam konteks olahraga, atlet sebenarnya juga mempunyai hal serupa. Motivasi intrinsik tipe ini seseorang melakukan aktivitas karena terdorong oleh kesenangan mencoba untuk melampaui dirinya sendiri. Artinya ada keinginan untuk lebih dan lebih. Seorang pelatih bisa menciptakan hal ini dengan selalu membawa unsur kompetisi dalam proses latihan. Para pemain juga harus selalu mengikuti kompetisi yang kompetitif dengan jenjang yang selalu meningkat. Selain untuk mengevaluasi kemampuan, tapi juga agar mereka selalu terfasilitasi untuk melewati pencapaian yang sudah pernah diperoleh.
  1. Motivasi Intrinsik untuk merasakan stimulasi (Stimulation).
Jenis ini mendorong seseorang untuk terlibat dalam sebuah aktivitas dalam rangka merasakan kenikmatan yang sensasional. Para atlet panjat tebing, pendaki gunung dan sebagainya adalah contoh orang-orang yang selalu ingin merasakan pengalaman yang sensasional ini. Untuk atlet lain, barangkali dengan mendapat pencapaian tertinggi, maka pengalaman sensasional ini akan tercapai. Bayangkanjika seseorang berhasil mendapatkan medali emas olimpiade, pasti luar biasa. Untuk itulah, para atlet harus selalu dirangsang untuk selalu mengeset sasarannya setinggi mungkin.

b) Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah dorongan yang berasal dari luar diri individu yang menyebabkan individu beradaptasi dalam olahraga. Dorongan ini barasal dari pelatih, guru, orngtua, bangsa atau berupa hadiah, sertifikat, penghargaan atau uang. Motivasi ekstrinsik itu dapat dipelajari dan tergantung pada besarnya nilai penguat itu dari waktu ke waktu. Ini dapat karena mempertaruhkan nama bangsa dan negara, karena hadiah besar, karena publikasi lewat media massa. Dorongan yang demikian ini biasanya tidak bertahan lama. Perubahan nilai hadiah, tiadanya hadiah akan menurunkan semangat dan gairah berlatih. Kurangnya kompetisi menyebabkan latihan kurang tekun, sehingga prestasinya merosot.
Motivasi ekstrinsik dalam olahraga meliputi juga motivasi kompetitif, karena motif untuk bersaing memegang peranan yang lebih besar daripada kepuasan karena telah berprestasi baik. Kemenangan merupakan satu-satunya tujuan, sehingga dapat timbul kecenderungan untuk berbuat kurang sportif atau kurang jujur seperti licik dan curang. Atlet-atlet yang bermotifasi ektrinsik, sering tidak menghargai orang lain, lawannya, atau peraturan pertandingan. Agar dapat menang, maka ia cenderung berbuat hal-hal yang merugikan, seperti memakai obat perangsang, mudah dibeli atau disuap.
Motivasi ekstrinsik biasa didefinisikan motivasi yang datang dari luar individu. Dengan kata lain, motivasi yang dimiliki seseorang tersebut dikendalikan oleh objek-objek yang  berasal dari luar individu. Contoh-contoh motivasi yang bersifat ekstrinsik adalah: hadiah, trofi, uang, pujian, dan sebagainya.
Tipe motivasi Ekstrinsik: Motivasi ekstrinsik tidak selamanya hanya bersifat sementara, tapi dengan penanganan yang tepat, motivasi ekstrinsik bisa memberi kekuatan yang tidak kalah dengan motivasi intriksik. Berikut ini beberapa tingkatan motivasi ekstrinsik:
    1. External regulation.
Regulasi eksternal mempunyai makna bahwa sebuah perilaku muncul dalam rangka mendapatkan benda-benda/sesuatu yang bersifat eksternal (medali, trofi) serta dalam rangka menghindari tekanan (tekanan sosial). Bukti bahwa seorang atlet sedang berada dalam  fase regulasi eksternal adalah ketika mereka mengatakan, “Saya akan pergi berlatih hari ini karena saya tidak ingin dicadangkan oleh pelatih pada pertandingan mendatang!”
Dalam ucapan ini tampak bahwa pemain tersebut datang ke latihan hanya karena dia takut tidak bermain di tim inti. Jadi motivasinya bukan karena memang dia membutuhkan latihan. Bagaimana seandainya sang pelatih sudah cinta mati kepadanya? Tentu saja dia akan sering mangkir latihan, karena toh nggak latihan saja dia tetap akan main di tim utama.
  1. Introjected regulation.
Dalam tipe kedua dari motivasi ekstrinsik ini pemain mulai menginternalisasi alasan-alasan dari perilakunya. Internalisasi alasan ini menggantikan kontrol dari luar seperti dalam external regulation. Dia menggantikan kontrol eksternal dengan sesuatu yang berasal dari dalam diri. Masih dalam konteks latihan, pemain yang mempunyai  introjected regulation  ini akan mengatakan, “Saya berlatih karena saya akan merasa bersalah seandainya tidak datang.”
Dengan kata lain, meskipun sumbernya masih berasal dari luar, tapi pemain sudah mulai menggunakan unsur yang berasal dari dalam dirinya, yakni rasa bersalah. Tapi sekali lagi, bukan di dasarkan atas kebutuhan akan latihan yang berasal dari dalam dirinya.
3.    Regulated through identification
Setelah melewati proses internalisasi, seorang pemain mempunyai pilihan atas perilaku-perilaku yang akan dia lakukan. Perilaku-perilaku tersebut akan dibandingkan dan dinilai mana yang layak untuk dilakukan. dalam fase ini, motivasi ekstrinsik  telah bergerak ke arah  regulated through identification, yakni munculnya perilaku-perilaku yang dinilai dan menjadi pilihan untuk dilakukan. Pemain sudah bisa mengidentifikasi perilaku yang harus diambil.
Dalam ucapan, pemain yang sudah mempunyai motivasi ekstrinsik tipe ini akan mengatakan, “ Saya memilih untuk berlatih karena berlatih akan membantuku tampil lebih baik untuk pertandingan mendatang.” Contoh itu menggambarkan bahwa pemain tersebut sudah mulai memiliki kesadaran akan pilihan didasarkan atas nilai atau sesuatu yang lebih baik.
4.      Integrated regulation
Tipe keempat yang juga tipe paling tinggi berdasarkan teori self determinis adalah  integrated regulation. Dalam  integrated regulation  ini, pemain sudah memilih sebuah perilaku untuk dikerjakan yang bergerak dari motivasi eksternal ke tindakan yang terpilih. Dalam kasus ini, pilihan yang diambil oleh seseorang dibuat berdasarkan fungsi-fungsi yang berhubungan dengan berbagai macam aspek dari diri seseorang. Seorang atlet sudah memilih untuk tetap tinggal di rumah dibanding jalan-jalan bersama teman-teman, sehingga atlet tersebut akan siap menghadapi pertandingan esok hari.
Ada pilihan-pilihan aktivitas lain yang muncul bersamaan dengan aktivitas yang seharusnya dilakukan oleh seorang pemain. Dalam tahap ini, berarti memang motivasi eksternal mencapai titik efektifnya karena selain menjadi pengatur perilaku atlet, motivasi eksternal ini juga sudah memberi kesadaran bagi seorang atlet akan perilaku yang seharusnya dia lakukan.

2.6 Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi
Ada banyak sekali faktor yang berpengaruh terhadap tinggi rendahnya motivasi. Gunarsa (2004) menjelaskan bahwa ada 4 dimensi dari motivasi. Dimensi-dimensi tersebut adalah:
1.      Atlet Sendiri
Atlet memegang peranan sentral dari munculnya motivasi. Atlet sendiri yang mengatur dirinya untuk mencapai atau mendapatkan sesuatu. Jika atlet sudah merasa puas dengan pencapaian yang ada, maka tidak ada lagi usaha keras untuk mendapatkan sesuatu yang baru.
2. Hasil Penampilan
Hasil penampilan sangat menentukan motivasi seorang atlet selanjutnya. Kekalahan dalam pertandingan sebelumnya akan berdampak negatif terhadap motivasi atlet berikutnya. Atlet akan diliputi perasaan tidak berdaya dan seolah-olah tidak mampu lagi untuk bangkit. Terlebih lagi jika mengalami kekalahan dari pemain yang dianggap lebih lemah dari dirinya. Sebaliknya, jika mendapatkan kemenangan, maka hal itu akan menumbuhkan sikap positif untuk mengulang keberhasilan yang berhasil dia raih. Sebagai contoh, permainan tim nasional sepakbola Indonesia dalam Piala Asia tahun 2007 yang lalu. Kemenangan pertandingan pertama melawan Bahrain membuat para pemain tim nasional begitu bersemangat untuk mendapatkan hasil serupa ketika bertanding melawan Arab Saudi pada pertandingan setelahnya.
3. Suasana Pertandingan
Suasana pertandingan sangat menentukan emosi seorang atlet. Sebagai contoh, Taufik Hidayat kerap mundur dari pertandingan gara-gara merasa dicurangi oleh wasit. Kondisi tersebut tentu saja tidak menyenangkan. Emosi yang sudah terganggu oleh kondisi pertandingan yang tidak menyenangkan akan berdampak pada motivasi atlet dalam menyelesaikan atau memenangkan sebuah pertandingan.
4. Tugas atau Penampilan
Motivasi juga ditentukan oleh tugas atau penampilan yang dilakukan. Jika tugas berhasil dengan baik diselesaikan, keyakinan diri atlet akan meningkat. Dengan keyakinan diri yang tinggi, motivasi juga akan mengalami kenaikan. Tugas yang berhasil dilaksanakan akan memberi tambahan energi dan motif untuk bekerja lebih giat.

2.7 Cara Meningkatkan Motivasi
Motivasi memegang peranan yang penting dalam olahraga prestasi. Seorang atlet harus mampu menjaga motivasinya agar tetap dalam level yang tinggi baik dalam proses latihan maupun pada saat menjalani pertandingan. Motivasi memang bukanlah kondisi yang tidak bisa berubah. Setiap saat motivasi atlet bisa mengalami perubahan, sehingga diperlukan sebuah upaya agar motivasi tetap terjaga pada level yang optimal. Ada beberapa cara untuk meningkatkan motivasi atlet, diantara adalah:
1.      Menetapkan Sasaran (Goal Setting)
Konsep dasar dari goal setting adalah menciptakan tantangan bagi atlet untuk dilewati. Secara sederhana, goal setting merangsang atlet untuk mencapai sesuatu baik dalam proses latihan maupun dalam sebuah kompetisi. Ada beberapa batasan tentang metode goal setting ini agar berjalan secara efektif.
Yang perlu diperhatikan pertama adalah sasaran harus spesifik agar atlet mempunyai ukuran atas pencapaiannya. Batasan yang kedua adalah tingkat kesulitan sasaran. Tingkat kesulitan ini akan mempengaruhi persepsi atlet tentang kemampuannya. Sasaran yang terlalu sulit akan membuat atlet ragu untuk bisa mencapainya. Seandainya gagal, hal itu justru akan melemahkan keyakinan diri atlet. Sebaliknya, sasaran juga tidak bisa dibuat terlalu mudah karena tidak akan memberi rangsangan untuk berbuat lebih. Semakin menantang sasaran yang harus dicapai, upaya dari seorang atlet untuk meraihnya juga akan semakin besar (Wann, 1997).
Sasaran juga harus dibuat bertingkat dengan membedakan sasaran jangka pendek dan jangka panjang. Sasaran jangka pendek digunakan sebagai batu loncatan untuk meraih sasaran yang lebih tinggi. Misalnya, Olimpiade sebagai sasaran jangka panjangnya. Untuk mencapai hal tersebut, maka seorang atlet harus menjuarai level Sea Games atau Asian Games terlebih dahulu.
Mengikuti kompetisi yang rutin dan berjenjang adalah salah satu bentuk menentukan sasaran yang efektif. Dengan banyak mengikuti kompetisi, seorang pelatih akan lebih mudah menentukan prioritas dari kompetisi tersebut. Ada kalanya kompetisi dijadikan sebagai ajang pemanasan untuk mematangkan kondisi fisik, sehingga targetnya tidak perlu terlalu tinggi.
Berikutnya, atlet harus selalu diberi feedback atas setiap pencapaian yang dia selesaikan. Dengan feedback yang spesifik ini, atlet akan mengetahui kekurangan dan kekuatan dirinya, sehingga atlet akan mempunyai informasi untuk meningkatkan dirinya. Dengan menetapkan sasaran yang tepat, maka motivasi atlet akan selalu terpacu untuk tampil dan menyelesaikan setiap tantangan yang dihadapi.

2.      Persuasi Verbal
Persuasi Verbal adalah metode yang paling mudah untuk dilakukan. Pelatih, ofisial, atau keluarga adalah orang-orang yang sering memberikan persuasi secara verbal ini. Persuasi verbal adalah membakar semangat atlet dengan ucapan-ucapan yang memotivasi.
Selain itu, Persuasi verbal bisa juga dilakukan oleh atlet sendiri atau sering disebut dengan istilah Self talk. Self talk adalah metode persuasi verbal untuk atlet sendiri. Prinsip dasar dari self talk ini sebenarnya adalah membantu atlet untuk mendapatkan gambaran yang positif baik tentang kemampuannya atau mengenai suasana pertandingan. Self talk ini diyakini mampu menumbuhkan keyakinan diri atlet baik sebelum bertanding atau pada saat menjalani pertandingan. Dengan mengucapkan kalimat-kalimat yang membakar semangat maka gambaran pesimisme atlet akan hilang dari persepsinya.
3.      Imagery Training
Metode berikutnya yang cukup membantu memacu motivasi para atlet adalah dengan melakukan imagery training atau latihan pembayangan. Dalam latihan pembayangan ini atlet diajak untuk memvisualisasikan situasi pertandingan yang akan dijalani. Secara detil, atlet harus menggambarkan keseluruhan pertandingan, mulai dari situasi lapangan, penontong, lawan dan segala macam yang terlibat dalam pertandingan itu. Setelah mendapat gambaran yang riil, maka atlet diajak untuk mencari solusi atas persoalan yang mungkin muncul dalam pertandingan.
Sebagian pemain mengembangkan persepsi bahwa di lapangan akan menghadapi lawan yang berat, tangguh dan sulit dikalahkan. Persepsi semacam ini terkadang muncul akibat ketegangan sebelum pertandingan. Atlet tidak secara objektif menilai kemampuan diri sendiri. Konsentrasi atlet terfokus pada kekuatan lawan dan situasi pertandingan yang berat. Situasi inilah yang melemahkan motivasi atlet sebelum bertanding. Metode Imagery training mengajak para pemain untuk mencari atas kemungkinan persoalan yang muncul di lapangan. Membayangkan kekuatan diri, pukulan andalan atau kelemahan musuh, menciptakan kondisi objektif pada persepsi seorang atlet.
4.      Motivasi Supertisi ( Takhayul )
Adalah suatu bentuk kepercanyaan kepada susuatu yang menrupakan suatu simbul dan yang di anggap mempunyai daya kekuatan atu daya dorongan mental, motivasi ini dapat mengubah tngkah laku menjadi lebih semangat, ambisius, dan lebih besar kemauanya untk sukses.
5.      Motivasi Dengan Gambar
Terutama gambar atau poster yang ada berhubungnya dengan cabang olahraga yang di geluti misalnya, gambar Ben Johnson yang sedang lari,gambar adegan yang menarik dalam pertandingan sepak bola, ganbar Mike Tyson dan alin-lain.
6.      Meningkatkan Kemampuan Atlet
Kemampuan atlet meliputi skill teknis dan fisik. Skill dan fisik yang bagus, akan mempengaruhi keinginan untuk mencapai prestasi yang maksimal. Skill yang prima dapat dilihat dan dievaluasi melalui pertandingan yang diikuti oleh atlet. Untuk itu diperlukan metode kepelatihan yang modern dan efektif untuk meningkatkan keterampilan seorang atlet. Pelatih juga harus paham dengan pencapaian teknik dan fisik yang dimiliki oleh pemainnya.
7.      Motivasi insentif (Reward)
Reward ini adalah metode yang paling banyak digunakan untuk memacu motivasi atlet. Bonus, hadiah atau jabatan tertentu digunakan untuk memotivasi atlet. Reward ini ditujukan untuk menggugah motivasi ekstrinsik dari atlet. Dengan iming-iming bonus yang besar, diharapkan atlet akan terpacu tampil terbaik dan mengalahkan lawannya.
Salah satu kelemahan dari metode ini adalah kemungkinan menciptakan ketergantungan dari para atlet. Banyak atlet hanya termotivasi hanya untuk mendapatkan bonus tersebut daripada alasan lain, Sehingga tidak jarang atlet melakukan upaya-upaya kotor untuk menjadi pemenang. Penggunaan doping adalah salah satu cara yang paling sering ditempuh oleh seorang atlet demi tampil maksimal dan mendapatkan hadiah atas kemenangannya. Untuk itulah, reward ini harus diberikan sebagai pelengkap dari metode lain dan harus diberikan secara bijaksana.
8.      Motivasi Karena Takut
Ketakutan atau takut terhadap sesuatu dapat merupakan motivasi yang kuat bagi seseorang.:
·         Perasaan yang takut atau malu jika atlit tidak tau peraturan pertandingan tersebut (sportif).
·         Kekuatan atlit dalam porsi latihan yang diberikan.
·         Perasaan takut atau malu ketika tidak ikut serta dalam team (diskors).
·         Perasaan takut atau malu jika tidak bias mamanuhi harapan-harapan atau sasaran yang di tetapkan oleh pelatih. Sehingga atlit akan beruasaha sekuat tenaga dalam batas sportitifitas.

2.8 Mitos Motivasi
Berbagai upaya seringkali dilakukan oleh pelatih dalam rangka meningkatkan motivasi atlet. Namun upaya-upaya yang dilakukan tersebut sering tidak mempertimbangkan dampaknya atau kurang didasari pada kenyataan yang ada di lapangan oleh mitos belaka. Hal ini berakhir bahwa hasil yang dicapai berkebalikan dengan harapan. Jadi, pada akhirnya atlet tidak menjadi termotivasi untuk bertanding, sebaliknya mereka menjadi antipati, enggan, cemas, atau malas untuk menampilkan kinerja olahraga seperti yang diharapkan (Anshe1,1997).
1.      Memberi hukuman dengan tambahan porsi latihan fisik
Pelatih adakalanya menerapkan hukuman fisik seperti push-up beberapa kali, atau berlari dengan tambahan putaran ekstra akibat pelanggaran atau kesalahan yang dilakukan oleh atlet, misalnya terlambat latihan. Hal ini ternyata bukan memperbaiki kinerja atlet bahkan sebaliknya buruk
Perlakuan ini harus dihindari dengan alasan sebagai berikut:
·         Aktivitas latihan fisik hendaknya diasosiasikan dengan suatu keadaan yang menyenangkan, sehingga kegiatan fisik menjadi kegiatan yang menggembirakan. Jika latihan fisik diasosiasikan dengan hukuman, persepsi dan kesan yang diperoleh atlet terhadap kegiatan latihan menjadi rancu. Sehingga pada suatu saat apabila atlet diharapkan untuk menambah porsi latihannya demi peningkatan prestasinya, ia mengalami penurunan motivasi karena penambahan porsi latihan biasanya terkait dengan hukuman. Sebaliknya jika latihan fisik dijadikan ajang kegiatan yang menyenangkan dan tidak pernah dikaitkan dengan memanfaatkannya sebagai hukuman, pelatih akan lebih mudah mening­katkan motivasi atlet berlatih fisik sesuai dengan kebutuhan.
·         Tujuan hukuman adalah mencegah munculnya perilaku yang tidak diharapkan; dan hukuman hendaknya merupakan bentuk pengalaman yang tidak menye­nangkan. Tidak mengikut sertakan atlet dalam kompetisi akibat kesalahan atau perilaku indisipliner merupakan bentuk hukuman yang lebih efektif daripada mem­berikan porsi latihan fisik tambahan.
2.      Nasehat pra kompetisi
Pelatih sering berusaha ekstra keras untuk memberikan nasehat pada atlet menjelang pertandingan dalam rangka mempersiapkan atlet secara lebih baik pada menjelang pertandingan. Namun ternyata tidak semua atlet menyukai hal tersebut. Sejumlah atlet lebih menyukai ketenangan bahkan memilih untuk menyendiri untuk lebih mampu berkonsentrasi kelak dalam pertandingan. Memaksakan memberikan nasehat kepada atlet menjelang pertandingan dapat menimbulkan hasil yang bertentangan dengan harapan. Karenanya, keunikan masing-masing atlet perlu dipertimbangkan dalam memberikan nasihat menjelang ­pertandingan.
3.      Merendahkan kemampuan lawan
Pelatih seringkali berusaha meningkatkan rasa percaya diri atlet dengan memotivasinya melalui cara menunjukkan bahwa dirinya jauh lebih tangguh daripada lawan. Atau pelatih memberikan gambaran bahwa lawan yang dihadapi adalah lemah. Hal ini ternyata tidak memberikan dampak positif bahkan sebaliknya karena berbagai alasan seperti:
·         Jika atlet ternyata menyadari pernyataan pelatih tidak benar, ia merasa dibohongi
·         Jika ternyata atlet tetap kalah sekalipun pelatih telah memberikan gambaran bahwa lawannya lebih lemah, atlet yang bersangkutan merasa kekalahannya semakin besar, penampilannya semakin mengecewakan dan harga dirinya semakin rendah.
·         Adalah sikap yang tidak realistis menganggap seseorang lawan lemah tanpa mempertimbangkan kekuatannya, karena setiap petarung memiliki peluang untuk menang.
·         Atlet masing-masing memiliki empati dan perasaan menghargai secara timbal balik. Sejumlah atlet merasa bahwa mengkritik lawan secara berlebihan adalah tidak etis.
4.      Tujuan utama adalah menang
Banyak pelatih, namun terutama pengurus, menekankan pentingnya menang. Bahkan sebagian pengurus seolah-olah memaksakan atlet untuk selalu menang. Hal ini sesung­guhnya dapat menjadi beban tuntutan yang sangat berat bagi atlet. Berbagai penelitian menyatakan bahwa menekan­kan pentingnya untuk tampil sebaik mungkin lebih memberikan dampak positif dalam memotivasi atlet daripada menekankan atlet untuk semata-mata menang.
5.      Memperlakukan anggota secara berbeda
Beberapa pengurus dan pelatih memiliki kecenderungan menganak-emaskan atlet-atlet tertentu dengan berbagai alasan. Sikap ini cenderung melahirkan inkonsistensi dalam penetapan aturan. Inkonsistensi aturan cenderung me­nurunkan motivasi atlet secara umum, termasuk atlet yang dianak-emaskan.
6.      Tidak mengeluh berarti bahagia
Diam dan tidak mengeluh seringkali dianggap sikap yang tidak bermasalah. Hal ini belum tentu demikian. Atlet yang sama sekali tidak mengeluh belum tentu merasa bahagia dengan program yang dijalankannya. Karena bisa terjadi mereka yang bersikap demikian justru memiliki sikap masa bodoh dan tidak perduli dengan hasil yang mereka capai, sehingga tidak ada upaya lebih jauh untuk senantiasa memperbaiki peringkat prestasi yang dicapai.
7.      Atlet tidak banyak tahu
Banyak pelatih beranggapan bahwa pengetahuan mereka jauh melebihi atlet; di samping itu mereka juga menganggap pengetahuan atlet masih sangat dangkal dan penuh dengan ketidak-tahuan. Tetapi yang sering terjadi adalah pelatih mengalami berbagai hambatan dalam menghadapi atlet, sebaliknya atlet mampu memanipulasi, mengkontrol, mengendalikan pelatih dalam membuat keputusan. Fisher et al. (1982) mengemukakan bahwa pelatih yang memiliki pengetahuan lebih banyak adalah mereka yang biasanya menyempatkan lebih banyak waktu untuk berkomunikasi dengan atletnya. Jadi, di samping mereka memiliki dasar pengetahuan teoretis, mereka juga mampu memanfaatkan atlet sebagai nara sumber praktis.
8.      Ceramah pasca pertandingan
Adalah biasa pelatih atau pengurus memberikan masukan pada atlet seusai atlet bertanding. Sebagian memberi pujian atas keberhasilan atlet, sebagian lain memberikan teguran atas kesalahan atlet selama bertanding. Padahal dalam situasi ini atlet masih merasa lelah. Informasi teknis untuk memperbaiki diri tidak tepat disampaikan pada periode pasta pertandingan. Sebaliknya dalam kondisi lelah, atlet menjadi lebih peka terhadap kondisi emosi dan suasana hati. Teguran teknis yang bersifat negatif cenderung memberikan dampak "traumatis", perasaaan sakit hati, pada diri atlet. Jadi, perlakuan seperti ini perlu dipertim­bangkan secara lebih seksama.
Karenanya dalam memberikan pengarahan pasca tanding hendaknya mempertimbangkan tenggang waktu yang lebih rasional antara saat usai pertandingan dan saat pemberian pengarahan.
9.      Napoleon Complex
Istilah Napoleon Complex berlaku bagi pelatih yang cenderung menunjukkan sikap otoriternya sebagai salah satu bentuk kompensasi keinginan pribadinya untuk dihargai oleh orang lain (Anshel, 1997). Banyak pakar kepribadian menyatakan bahwa sikap Napoleon yang "bossy" merupakan kompensasi terhadap tubuhnya yang tergolong kerdil.
Sikap pengurus dan pelatih yang menunjukkan ke­kuasaan cenderung menurunkan motivasi atlet. Akibat sikap seperti ini pada diri atlet dapat muncul perasaan tertekan, kehilangan minat untuk mendengarkan ceramah dan wejangan pengurus ataupun pelatih, bahkan mereka seringkali merasa muck dengan perilaku pengurus dan pelatih mereka.
10.  Menanamkan rasa takut
Sejumlah pengurus dan pelatih cenderung menanamkan rasa takut pada diri atletnya dalam upaya mengendalikan atlet supaya mereka mau melakukan apa yang diperintah­kan pengurus atau pelatih. Hal ini sesungguhnya menurun­kan motivasi atlet untuk berpartisipasi secara lebih aktif, karena mereka merasa tidak nyaman berada di dalam lingkungan yang mengancam, menekan, otoriter.

2.9 Peranan Motivasi dalam Olahraga
Motivasi sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia karena setiap manusia memiliki keinginan dan tujuan dalam hidupnya. Oleh karena itu, untuk mencapai keinginan dan tujuannya itulah maka diperlukan adanya energi pendukung dan pendorong yang disebut dengan motivasi. Motivasi sangat berperan dalam seluruh aspek kehidupan manusia baik dalam belajar, bekerja, berlatih dan masih banyak lagi kegiatan dimana salah satu faktor pendukungnya adalah motivasi itu sendiri.
Dalam dunia olahraga motivasi juga menjadi hal yang penting khususnya bagi atlet. Atlet yang berlatih dengan giat dan teratur memiliki tujuan dan keinginan menjadi juara atau pemenang di cabang yang mereka geluti. Untuk mencapai tujuan tersebut bukan hanya teknik, fisik, taktik yang bagus, namun seorang atlet harus memiliki motivasi yang dapat menjadikan dirinya antusias dalam meraih tujuannya tersebut.
Dalam melakukan suatu pekerjaan motivasi akan menentukan seberapa besar usaha yang akan dilakukan dalam memperoleh hasil yang maksimal. Jika seseorang memiliki motivasi yang tinggi maka usaha yang akan dilakukannya juga akan maksimal sedangkan orang yang memiliki motivasi yang rendah maka usaha yang dilakukan untuk mencapai tujuannya juga tidak akan maksimal. Sama halnya dengan seorang atlet, jika seorang atlet mengalami kejenuhan pada masa latihan maka latihan yang dilakukan tidak akan maksimal. Pada saat itulah sangat diperlukan penyemangat atau energi pendukung yaitu motivasi.
Pada dasarnya motivasi tidak hanya diberikan ketika terjadi kejenuhan atau kebosanan ketika berlatih, karena jika dilihat dari penjelasan di atas bahwa selalu ada motif ketika seseorang akan melakukan suatu pekerjaan. Motivasi ini bisa diberikan sesuai dengan kebutuhan tanpa harus menunggu adanya permasalahan. Sama halnya dengan seorang atlet, pelatih ataupun orang-orang yang berkecimpung di dalam organisasi olahraga juga memiliki tujuan-tujuan yang harus dicapai.
Membangun motivasi bukanlah hal yang mudah karena tidak setiap orang bisa dimotivasi dengan cara yang sama sehingga diperlukan orang yang sangat mengerti hal tersebut yang biasanya sering disebut sebagai motivator. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa motivasi yang datang dari dalam diri sendiri (intrinsik) dan motivasi yang datang dari luar diri seseorang (ekstrinsik). Motivasi intrinsik biasanya muncul dari dalam diri atlet tersebut seperti keinginan, harapan, tujuan yang ingin dicapainya sedangkan motivasi yang ekstrinsik muncul dari lingkungan dimana atlet tersebut berlatih, pelatih, keluarga, teman bahkan yang akan menjadi lawan dalam pertandingan juga dapat menjadi sebuah motivasi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan faktor penting dalam kehidupan manusia.




BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Motivasi merupakan kekuatan (energi) yang dapat meningkatkan persistensi dan antusiasme seseorang dalam mencapai tujuan dan keinginannya baik yang muncul dari dalam diri (intrinsik) maupun yang muncul dari luar diri (ekstrinsik). Motivasi yang timbul dari dalam diri sendiri tanpa adanya faktor atau dorongan dari luar disebut dengan motivasi intrinsik sedangkan motivasi yang timbul karena adanya pengaruh dari luar individu disebut dengan motivasi ekstrinsik.
Motivasi merupakan suatu hal yang penting karena motivasi dapat memicu seseorang untuk melakukan suatu hal yang ingin dicapainya. Motivasi berperan memberikan dorongan kepada seseorang dalam mencapai tujuan dan keinginannya. Misalnya seorang atlet yang ingin memenangkan suatu kejuaraan, yang pada awalnya merasa kurang yakin akan kemampuannya maka dengan adanya motivasi baik yang muncul dari diri sendiri ditambah motivasi dari teman, pelatih, keluarga dan lingkungan maka atlet tersebut akan merasa semangat dan antusias dalam berlatih dan semakin siap dalam menghadapi kejuaraan.




3.2 Saran
Semoga makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi setiap pembaca dalam proses pembelajaran ataupun penambahan wawasan dalam ilmu pengetahuan.


DAFTAR PUSTAKA


Vallerand, R. J. (2004). Intrinsic and Extrinsic Motivation in Sport.  Encyclopedia of Applied Psychology, Vol. 2 

Ryan, R.M., & Deci, E. L. (2000). Intrinsic and Extrinsic Motivations: Classic Definitions and New Directions. Contemporary Educational Psychology, 25, 54-67

Davies, D. & Amstrong, M., (1989)  Psychological Factors in competitive sport.  The Falmer Press. Philadelpha.


No comments:

Post a Comment