Friday, 30 September 2016

MAKALAH KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA BAYI DAN ANAK - LENGKAP


" KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA BAYI DAN ANAK "

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT. Yang mana berkat rahmatnya kami dapat menyusun makalah ini dengan lancar.

Makalah ini merupakan makalah tentang “Komunikasi Terapeutik Bayi dan  Anak”. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnanan dan banyak kekurangannya, untuk itu kami mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun guna kesempurnaan makalah ini. Akhirnya makalah ini dapat memberikan pemikiran serta kelancaran tugas kami selanjutnya dan dapat berguna bagi semua pihak Amin.

Banyuwangi , September 2016



DAFTAR ISI

Kata Pengantar 
Daftar Isi
Bab I Pendahuluan 
1.1    latar Belakang 
1.2    Rumusan Masalah 
1.3    Tujuan 
1.4    Manfaat 
Bab II Tinjauan Pustaka 
2.1  Perkembangan Komunikasi Pada Bayi dan Anak 
2.2 Bentuk Komunikasi Prabicara
2.3 Peran Bicara Dalam Komunikasi 
2.4  Teknik Komunikasi Dengan Bayi dan Anak :
Tekhnik Verbal dan Non Verbal .
2.5 Penerapan Strategi Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik
Pada Bayi dan Anak
Bab III Penutup 
3.1 Kesimpulan 
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA 


BAB I
PENDAHULUAN

1.1     Latar Belakang

Menurut (smart 1998) komunikasi terapeutik adalah merupakan hubungan interpersonal antara perawat dan klien. Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kebutuhan pasien.(siti fatmawati, 2010)

Komunikasi terapeutik adalah yang dilakukan atau dirancang untuk tujuan terapi. Seorang penolong atau perawat dapat membantu klien mengatasi masalah komunikasi yang dihadapinya. (suryani, 2005).

Menurut Purwanto yang dikutip oleh (Mundakir 2006), komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Pada dasarnya komunikasi terapeutik merupakan komunikasi professional yang mengarah pada tujuan yaitu penyembuhan pasien, (Siti Fatmawati 2010).

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien, Indrawati, dalam Siti Fatmawati, (2010).

Dari beberapa pengertian di atas dapat dipahami bahwa komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan seorang perawat dengan teknik-teknik tertentu yang mempunyai efek penyembuhan. Komunikasi terapeutik merupakan salah satu cara untuk membina hubungan saling percaya terhadap pasien dan pemberian informasi yang akurat kepada pasien, sehingga diharapkan dapat berdampak pada perubahan yang lebih baik pada pasien dalam menjalanakan terapi dan membantu pasien dalam rangka mengatasi persoalan yang dihadapi pada tahap perawatan.


1.2 Rumusan Masalah
1.        Bagaimana Perkembangan Komunikasi Pada Bayi dan Anak
2.        Bagaimana Bentuk Komunikasi Prabicara
3.        Apa Peran Bicara Dalam Komunikasi
4.        Bagaimana Teknik Komunikasi Dengan Bayi dan Anak :
           Tekhnik Verbal dan Non Verbal
5.        Bagaimana Penerapan Strategi Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik
           Pada Bayi dan Anak

1.3     Tujuan
1.        Agar mahasiswa tahu bagaimana perkembangan komunikasi pada bayi dan anak
2.        Agar mahasiswa mengetahui bagaimana bentuk komunikasi prabicara
3.        Agar mahasiswa tahu  apa peran bicara dalam komunikasi
4.        Agar mahasiswa tahu Bagaimana teknik komunikasi dengan bayi dan anak :
            tekhnik verbal dan non verbal
5.        Agar mahasiswa tahu bagaimana penerapan strategi pelaksanaan komunikasi terapeutik
            pada bayi dan anak

1.4     Manfaat
1.        Bagi Mahasiswa
Sebagai acuan maupun sebagai penambah ilmu pengetahuan khususnya dalam mempelajari komunikasi terapeutik pada bayi/anak

2.        Bagi Instasi Pendidikan
Dapat digunakan sebagai tambahan dan acuan pendidikan yang lebih unggul dan lebih bermutu
3.        Bagi Pembaca
Dapat memberikan wawasan yang lebih luas tentang komunikasi terapeutik pada bayi/anak



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 

2.1   PERKEMBANGAN KOMUNIKASI PADA BAYI DAN ANAK


1.         Masa  bayi (0-1 tahun)
Bayi belum dapat mengekspresikan perasaan dan pikirannya dengan kata – kata oleh karena itu, komunikasi pada bayi lebih banyak menggunakan komunikasi nonverbal. Pada saat lapar, haus, basah, dan perasaan yang tidak nyaman lainnya, bayi hanya bisa mengekspresikan dengan cara menangis. Walau demikian, sebenarnya bayi dapat berespon terhadap tingkah laku orang dewasa yang berkomunikasi dengannya secara nonverbal, misalnya memberikan sentuhan, mendekap, menggendong, berbicara dengan lemah lembut.

Ada beberapa respon nonverbal yang bisa ditunjukkan bayi, misalnya menggerakkan badan, tangan, dan kaki. Hal ini terutama terjadi pada bayi usia kurang dari enam bulan sebagai cara menarik perhatian orang. Stranger anxiety atau cemas dengan orang asing yang tidak dikenalnya adalah ciri perilaku pada bayi usia lebih dari enam bulan., dan perhatiannya berpusat pada ibunya. Oleh karena itu, perhatikan saat berkomunikasi dengannya. Jangan langsung ingin menggendong atau memangkunya karena bayi aakan merasa takut. Lakukan komunikasi terlebih dahulu dengan ibunya, dan/atau mainan yang dipegangnya. Tunjukkan bahwa kita ingin membina hubungan yang baik denganya dan ibunya.
 ( Yupi Supartini, 2004 : 81-82)

2.         Masa Balita  (sampai 5 tahun)
Karakteristik anak usia balita (terutama anak usia di bawah tiga tahun) mempunyai sikap egosentris,. Selain itu, anak juga memiliki perasaan takut pada ketidaktahuannya sehingga anak perlu diberi tahu apa yang akan terjadi padanya.

Dari aspek bahasa, anak belum mampu berbicara fasih. Oleh karena itu saat menjelaskan, gunakan kata – kata yang sederhana, singkat dan gunakan istilah yang dikenalnya. Posisi tubuh yang baik saat berbicara padanya adalah jongkok, duduk dukursi kecil, atau berlutut sehingga pandangan mata kitz akan sejajar denganya.
( Yupi Supartini, 2004 : 83-84)

3.         Anak Usia 5 sampai 8 tahun
Anak usia ini sangat peka terhadap stimulus yang dirasakannya akan mengancam keutuhan tubuhnya. Oleh karena itu, apabila perawat akan melakukan suatu tindakan, ia akan bertanya mengapa dilakukan, untuk apa, dan bagaimana caranya dilakukan ? anak membutuhkan penjelasan atas pertanyaanya. Gunakan bahasa yang dapat dimengerti anak dan berikan contoh yang jelas sesuai dengan kemampuan kognitifnya. ( Yupi Supartini, 2004 : 84)

4.         Anak usia 8 sampai 12 tahun
Anak usia sekolah sudah lebih mampu berkomunikasi dengan orang dewasa. Perbendaharaan kata sudah lebih banyak dikuasai dan anak sudah mampu berpikir secara konkret. Apabila akan melakukan tindakan, perawat dapat menjelaskanya dengan mendemontrasikan pada mainan anak. Misalnya, bagaimana perawat akan menyuntik diperagakan terlebih dahulu pada bonekanya. ( Yupi Supartini, 2004: 84)

5.         Anak usia remaja

Seperti telah disebutkan pada beberapa bagian di kegiatan belajar sebelumnya, fase remaja adalah masa transisi atau peralihan dari akhir masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Dengan demikian, pola pikir dan tingkah lakunya merupakan peralihan dari anak-anak menjadi orang dewasa juga. Anak harus diberi kesempatan untuk belajar memecahkan masalah secara positif. Apabila anak merasa cemas atau stress jelaskan bahwa ia dapat mengajak bicara teman sebayanya dan/ atau orang dewasa yang ia percaya, termasuk perawat yang selalu bersedia menemani dan mendengarkan keluhanya. Menghargai keberadaan identitas diri dan harga dirinya merupakan hal yang prinsip untuk diperhatikan dalam berkomunikasi, tunjukka ekspresi wajah yang bersahabat denganya, jangan memotong pembicaraan saat ia sedang mengekspresikan perasaan dan pikiranya, dan hindari perkataan yang menyinggung harga dirinya. Kita harus menghormati privasinya dan beri dukungan pada apa yang telah dicapainya secara positif dengan selalu memberikanya penguatan positif (misalnya, memberi pujian).  ( Yupi Supartini, 2004 : 84-85)

2.2  BENTUK KOMUNIKASI PRABICARA

1.      Tangisan

Tangisan kelahiran bayi yang memecahkan kesunyian, membuat sebaris senyum kesyukuran terpancar pada wajah seorang ibu. Tangisan seorabng bayi merupakan bentuk komunikasi dari seorang bayi kepada orang dewasa dimana dengan tangisan itu, bayi dapat memberikan pasan dan orang dewasa menangkap pesan yang diberikan sang bayi.

Pada awal kehidupan paska lahir, menangis merupakan salah satu cara pertama yang dapat dilakukan bayi untuk berkomunikasi dengan dunia luar. Melalui tangisan dia memberi tahu kebutuhannya seperti lapar, dingin, panas, lelah, dan kebutuhan untuk diperhatikan. Bayi hanya akan menangis bila yia merasa sakit atau tertekan. Bayi yang sehat dan normal frekuensi tangisan menurun pada usia enam bulan karena keinginan dan kebutuhan mreka cukup terpenuhi. Frekuensi tangis seharusnya menurun sejalan dengan meningkatnya kemampuan bicara.

Perawat harus banyak berlatih mengenal macam – macam arti tangisan bayi untuk memenuhi kebutuhannya dan mengajarkan kepada ibu, karena ibu muda memerlukan bantuan ini.

2.        Ocehan dan celoteh

Bentuk komunikasi prabicara disebut “ocehan” (cooing) atau “celoteh” (babbling). Ocehan timbul karena bunyi eksplosif awal yang disebabakan oleh perubahan gerakan mekanisme ‘suara’. Ocehan ini terjadi pada bulan awal kehidupan bayi seperti : merengek, menjerit, menguap, bersin, menangis dan mengeluh.
Sebagian ocehan akan berkembang menjadi celoteh dan sebagian akan hilang. Sebagian bayi mulai berceloteh pada awal bulan kedua, kemudian meningkat cepat antara bulan ke enam dan kedelapan. Celoteh merupakan indikator mekanisme perkembangan otot saraf bayi.

Nilai celoteh :
a)        Berceloteh adalah praktek verba sebagsi dasar perkembangan gerakan terlatih yang dikehendaki   dalam bicara. Celoteh mempercepat ketrampilan berbicara.

b)        Celoteh mendorong keinginan berkomunikasi dengan orang lain. Berceloteh membantu bayi merasakan bahwa dia merupakan kelompok sosial.

3.        Isyarat

Yaitu gerakan anggota badan tertentu yang berfungsi sebagai pengganti atau pelengkap bicara. Bahasa isyarat bayi dapat mempercepat komunikasi dini pada anak.

Contoh :
a)        Mendorong puting susu dari mulut artinya kenyang atau tidak lapar.
b)        Tersenyum dan mengacungkan tangan yang berarti ingin digendong
c)        Menggeliat, meronta, menangis pada saat ibu mengenakan pakaiannya atau memandikannya. Hal ini berarti bayi tidak suka akan pembatasan gerak.

4.        Ungkapan emosional
Adalah melalui perubahan tubuh dan roman muka.
Contoh :
a)        Tubuh yang mengejang atau gerakan – gerakan tangan atau kaki disertai jeritan dan wajah tertawa adalah bentuk ekspresi kegembiraan pada bayi.

b)        Menegangkan badan, gerakan membanting tangan atau kaki, roman muka tegang dan menangis adlah bentuk ungkapan marah atau tidak suka.(Kemenkes,2013)

2.3  PERAN BICARA DALAM KOMUNIKASI


1.        Pada Bayi

a)        Merupakan ungkapan sayang pada bayi
b)        Mengajak bicara bayi akan merangsang kinerja saraf otak dan merangsang pendengaran
            untuk merangsang pada indra pendengaran
c)        Membuat rasa nyaman pada bayi sehingga bayi tidak merasa diabaikan dan merasa selalu
          diperhatikan.
d)       Melatih bayi untuk mengucapkan kata-kata sederhana, sehingga lambat laun bayi akan menirukanya

2.        Pada Anak

a)        Persiapan Fisik
Persiapan ini tergantung pada pertumbuhan dan perkembangan anak, terutama dalam kematanganan mekanisme bicara. Pertumbuhan organ-organ bicara yang kurang sempurna sangat mempengaruhi kemampuan bicara anak.

b)        Persiapan Mental
Tergantung pada kematangan otak ( asosiasi otak), yang berkembang 1-18 bulan, saat yang tepat diajak bicara. Meskipun bayi tidak bisa merespon dengan kata-kata, namun suara atu bicara yang kita tunjukkan pada bayi bayi akan menjadi stimulus bayi dan akan direspon dengan bahasanya sendiri, misalnya dengan senyum atau tertawa.

c)        Motivasi dan Tantangan
Ajaran dan dorongan bayi untuk mengucapkan dan apa yang bisa diucapkan oleh bayi. Dalam hal ini perlu disadari bahwa yang diucapkan bayi belum sempurna, mungkin yang keluar baru berupa suara-suara atau kata-kata yang belum jelas sehingga butuh kesabaran dan ketelatenan dalam mengajarkan bicara kepada bayi atau anak.

d)       Model Untuk Ditiru
Salah satu faktor yang mempengaruhi kemapuan bicara adalah stimulus suara. Ucapan-ucapan yang sering kita sampaikan kepada bayi menjadi model yang bisa ditiru oleh bayi pada perkembangan bicara selanjutnya. Dengan demikian ucapan yang kita sampaikan hendaknya ucapan yang baik dan mendidik.

e)        Bimbingan
Upaya untuk membantu ketrampilan bicara anak dapat dilakukan dengan cara : menyediakan model yang baik, mengatakan dengan perlahan dan jelas, serta membetulkan kesalahan yang diucapkan anak.

f)         Kesempatan Praktek Atau Untuk Berlatih
Agar bayi atau anak dapat segera bicara, maka bayi perlu diajarkan atau diberikan untuk meniru kata-kata yang sering kita ucapkan.

2.4     TEKHNIK KOMUNIKASI DENGAN BAYI DAN ANAK : TEKHNIK VERBAL DAN NON VERBAL

1.        Teknik Verbal


a)        Melalui orang atau pihak ketiga

Khususnya mengahadapi anak usia bayi dan todler, hindari berkomunikasi secara langsung pada anak, melainkan gunakan pihak ketiga yaitu dengan cara berbicara terlebih dahulu dengan orang tuanya yang sedang berapa disampingnya, mengomentari pakaian yang sedang dikenakanya. Hal ini pada dasarnya adalah untuk menanamkan rasa percaya anak pada perawatan terlebih dahulu sebelum melakukan tindakan yang menjadi tujuan.
 (Yupi Supartini, 2004 : 86)
         
b)        Bercerita sebagai alat komunikasi
Dengan bercerita kita bisa menyampaikan pesan tertentu pada anak misalnya, bercerita tentang anak pintar dan saleh yang sedang sakit yang mematuhi nasihat orang tua dan perawat sehingga diberi kesembuhan oleh ALLAH Yang Mahaesa. Jadi, ini cerita harus disesuaikan dengan kondisi anak dan pesan yang ingin kita sampaikan kepada anak. selama bercerita gunakan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti anak. penggunaan gambar-gambar yang menarik dan lucu saat bercerita akan membuat penyampaian cerita lebih menarik bagi anak sehingga pesan yang ingin disampaikan dapat diterima anak secara efektif. (Yupi Supartini, 2002 : 86-87)

c)        Fasilitasi anak untuk berespons
Satu hal yang penting yang harus diingat, selama berkomunikasi jangan menimbulkan kesan bahwa hanya kita yang dominan berbicara pada anak, tetapi fasilitasi juga anak untuk berespons terhadap pesan yang kita sampaiakan. Dengarkan ungkapanya dengan baik, tetapi hati-hati dalam merefleksikan ungkapan yang negatif. Misalnya, saat anak bicara, “saya mau pulang, saya tidak ada suka tinggal di rumah sakit “. Untuk merespons perkataan anak seperti ini katakan, “ tentu saja kamu akan pulang jika... supaya kamu senang berada dirumah sakit bagaimana kalau kita buat permainan yang lain setiap harinya. Suster akan merencanakanya kalau kamu setuju.
(Yupi Supartini, 2002 : 87) 

d)       Meminta anak untuk menyebutkan keinginanya
Untuk mengetahui apa yang sedang dikeluhkan anak, minta anak untuk menyebutkan keinginanya. Katakan apabila suster menawarkan pilihan keinginan, apa yang paling diinginkan anak saat itu. Keinginan yang diungkapkanya akan meningkatkan perasaan dan pikirannya saat itu sehingga dapat mengetahui masalah dan potensial yang dapat terjadi pada anak. (Yupi Supartini, 2002 : 87)   
                                          
e)        Biblioterapi
Buku atau majalah dapat juga digunakan untuk membantu anak mengekspresikan pikiran dan perasaanya. Bantu anak mengekspresikan perasanya dengan menceritakan isi buku atau majalah. Untuk itu perawat harus tahu terlebih dahulu ini dari buku atau majalah tersebut dan simpulkan pesan yang ada didalamnya sebelum bercerita pada anak.
(Yupi Supartini, 2002 : 87)

f)         Pilihan pro dan kontra
Cara lain untuk mengetahui perasaan dan pikiran anak adalah dengan mengajukan satu situasi, biarkan anak menyimak dengan baik, kemudian mintalah anak untuk memulihkan hal yang positif dan negatif memuat pendapatnya dari situasi tersebut. (Yupi Supartini, 2002 : 88) 
    
g)        Penggunaan skala peringkat
Skala peringkat digunakan untuk mengkaji kondisi tertentu, misalnya mengkaji intensitas nyeri. Skala peringkat dapat berkisar antara 0 pada satu titik ekstrim dan 10 pada satu titik ekstrim lainya. Nilai tingkat nyeri 1 sampai lima. Kemudian kita tentukan kondisi anak berada pada angka berapa saat mengungkapkan perasaan sedih, nyeri, dan cemas tersebut.
0 diartikan sebagai perasaan skala tidak nyeri
1-2 diartikan sebagai skala nyeri ringan
Lebih dari 3-7 diartikan sebagai skala nyeri sedang
Lebih dari 7- 9 diartikan nyeri yang sangat berat
Lebih dari 9-10 diartikan nyeri yang sangat hebat
 (Yupi Supartini, 2002 : 88)

2.        Teknik Non Verbal

a)        Menulis

Menulis adalah pendekatan komunikai yang secara efektif tiadak saja dilakukan pada anak tetapi juga pada remaja.

Perwat dapat memulai komunikasi dengan anak dengan cara memeriksa atau menyelidiki tentang tulisan dan mungkin juga meminta untuk membaca beberapa bagian. Dengan menulis perawat dapat mengetahui apa yang dipikirkan anak dan bagaimana perasaan anak.

b)        Menggambar
Teknik ini dilakukan dengan cara meminta anak untuk menggambarkan sesuatu terkait dengan dirinya, misalnya perasaan, apa yang dipikirkan, keinginan.

Pengembangan dari teknik menggambar ini adalah anak dapat menggambarkan keluarganya dan dilakukan secara bersama antara keluarga (ibu/ayah) dengan anak.

c)        Kontak mata, postur dan jarak fisik
Pembicaraan atau komunikasi akan teras lancar dan efektif jika kitan sejajar. Saat berkomunikasi dengan anak, sikap ini dapat dilakukan dengan cara membungkuk atau merendahkan posisi kita sejajar dengan anak. dengan posisi sejajar akan memungkinkan kita dapat memungkinkan kontak mata dengan anak dan mendengarkan secara jelas apa yang dikomunikasikan anak.

d)       Ungkapan marah
Anak mengungkapakan perasaan marahnya dan dengarkanlah dengan baik dan penuh perhatian apa yang menyebabkan ia merasa jengkel dan marah. Untuk memberikan ketenangan anak pada saat marah, duduklah dekat dia, pegang tangannya atau pundaknya atau peluklah dia.

e)        Sentuhan
Adalah kontak fisik yang dilakukan dengan cara memegang sebagian tangan atau bagian tubuh anak misalnya pundak, usapan di kepala, berjabat tangan atau pelukan, bertujuan untuk memberikan perhatian dan penguatan terhadap komunikasi yang dilakukan antara anak dan orang tua. (Kemenkes, 2013)

2.5     PENERAPAN STRATEGI PELAKSANAAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA BAYI DAN ANAK

1.        Penerapan komunikasi pada bayi (0-1 tahun)

Bayi terlahir dengan kemampuan menangis karena dengan cara itu mereka berkomunikasi. Bayi menyampaikan keinginanya melalui komunikasi non verbal. Bayi akan tampak tenang dan merasa nyaman dan aman jika ada kontak fisik yang dekat terutama dengan orang yang dikenalnya (ibu). Tangisan bayi itu adalah cara bayi memberitahukan bahwa ada sesuatu yang tidak enak dia rasakan, lapar, popok basah, kedinginan,lelah dan lain-lain.
(Kemenkes, 2013 :14-15)

2.        Penerapan komunikasi pada kelompok todler (1-3 tahun) dan prasekolah (3-6 tahun)

Pada usia ini, anak sudah mampu berkomunikasi secara verbal maupun non verbal. Ciri khas kelompok ini adalah egosentris, dimana mereka melihat segala sesuatu hanya berhubungan dengan dirinya sendiri dan melihat segala sesuatu dengan sudut pandangnya sendiri.

Contoh penerapan komunikasi dalam perawatan :
a)        Memberitahu apa yang terjadi pada diri anak
b)        Memberikan kesempatan pada anak untuk menyentuh alat pemeriksaan yang akan digunakan
c)        Nada suara rendah dan bicara lambat. Jika tidak menjawab harus diulang lebih jelas dengan
           pengarahan yang sederhana
d)       Hindarkan sikap mendesak untuk dijawab seperti kata-kata “jawab dong”
e)        Mengalihkan aktifitas saat komunikasi misalnya dengan memberikan mainan saat komunikasi
f)         Menghindari konfrontasi langsung
g)        Jangan sentuh anak tanpa disetujui dari anak
h)        Bersalam dengan anak saat memulai interaksi, karena bersalaman dengan anak merupakan cara
            untuk menghilangkan perasaan cemas
i)          Mengajak anak menggambar, menulis atau bercerita untuk menggali perasaan dan fikiran anak.
           (Kemenkes, 2013 :15-16)

3.        Komunikasi pada usia sekolah  (7-11 tahun)


Pada masa anak akan banyak mencari tahu terhadap hal-hal baru dan akan belajar menyelesaikan masalah yang dihadapinya berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya, berani mengajukan pendapat dan melakukan klarifikasi yang tidak jelas baginya.
Contoh penerapan komunikasi dalam keperawatan
a)        Memperhatikan tingkat kemampuan bahasa anak dengan menggunakan kata-kata sederhana
           yang spesifik
b)        Menjelaskan sesuatu yang ingin diketahui anak
c)        Pada usia ini keingintahuan pada aspek fungsional dan prosedural dari objek tertentu sangat tinggi,
           maka jelaskan arti, fungsi dan prosedurnya
d)       Jangan menyakiti atau mengancam sebab ini akan membuat anak tidak mampu berkomunikasi
           secara afektif.
(Kemenkes, 2013 :17) 

BAB III
PENUTUP

3.1     KESIMPULAN


Komunikasi terapeutik adalah hubungan interpersonal antara perawat dan klien, yang direncanakan secara sadar yang bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kebutuhan pasien.Perkembangan komunikasi terapeutik pada bayi dan anak sendiri dimulai pada masa bayi samapai anak usia remaja yang mana dari perkembangan itu memeiliki bentuk perkembangan yang berbeda-beda.Selain itu didalam komunikasi terapeutik terdapat bentuk komunikasi prabicara dimana terdiri dari tangisan, ocehan, isyarat, dan ungkapan emosional seorang bayi/anak.Disisi lain dalam melakukan komunikasi kepada bayi terdapat beberapa tekniknya, yaitu bisa menggunakan teknik verbal dan non verbal.Setelah mempelajari semua komunikasi terapeutik pada bayi/anak, terdapat cara menerapkan  komunikasi terapeutik tersebut pada usia bayi sampai anak usia sekolah.
     
3.2     SARAN

1.        Bagi mahasiswa
Agar mahasiswa dapat memperbaiki serta memperhatikan pembuatan makalah selanjutnya, khususnya tentang komunikasi terapeutik bayi/anak

2.        Bagi institusi
Memberikan masukan atau inovasi baru bagi institusi untuk lebih baik dalam memberikan ilmu pengetahuan.

3.        Bagi pembaca
       Agar pembaca dapat menerapkan dan memahami tentang komunikasi terapeutik bayi/anak


DAFTAR PUSTAKA

Bibliography
D, S. G. (2008). Psikologi Perkembangan Anak dan . Jakarta: Gunung Mulia.
Ermawati, D. (2009). Buku Saku Komunikasi Keperawatan. Jakarta: Trans Info Media.
RI, K. (2013). Komunikasi Dalam Keperawatan Modul 2. Jakarta: Badan PPSDM Kesehatan.
Supartini, Y. (2004). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC.
http://bnetpwj.blogspot.co.id/2016/09/makalah-komunikasi-terapeutik-pada-bayi.html

2 comments: