Sinopsis Novel Opera Van Gontor

SINOPSIS OPERA VAN GONTOR

Ø  Judul                            : Opera Van Gontor
Ø  Tahun Terbit                : Agustus 2010
Ø  Pengarang                   : Amroeh Adiwijaya
Ø  Penerbit                       : PT Gramedia Pustaka Utama
Ø Ukuran Buku                :
Ø  Tebal buku                  : 293
Unsur Instrinsik
Ø  Tokoh  Utama             :  Amroeh Adiwijaya
Ø  Tokoh Sampingan        : Maz Ghozi
  Mas Ali
  Najib
  Mbok Tumi
Ø  Watak                          : Ramah Tamah
Ø  Latar                            : Pesantren di Gontor
Ø  Tema                           : Novel Kronik Dunia Pesantren
Ø  Alur                              : Maju
Ø  Gaya Bahasa               : Tidak Baku
Ø  Amanat                        : Kamu harus menjadi anak seperti Amroeh Adiwijaya,karena                                    dia manut kepada orang tua pintar dan juga baik hati.

OPERA VAN GONTOR
          “Selamat datang, Ahlan wa sahlan, welcome di Kampus Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo”. Begitu kata-kata spanduk di pintu gerbang desa. Awal memasuki kampus, aku terkesan Pondok ini antusias menyambut tamu, cukup bersih, dan asri meski kelihatan baru saja di guyur hujan. Santri  senior-dengan pakaian rapi, bersepatu, dan berdasi-yang bertugas menerima tamu, menyambut kami dengan ramah. Didampingi Mas Ghozi, aku, dan Najib diarahkan menuju bagian pendaftaran siswa baru, lalu dengan segera kami diantar ke tempat istrahat, masih dengan keramah tamahan khas Pondok ini.
            Siang harinya aku menikmati lambaian serta guguran daun dan buah kelapa tersebut dengan suara yang cukup menggetaran... kresek-kresek... gedebug-gedebug. Bangunan dan ruang kelas para santri terlihat cukup bersih dan bagus, representatif untuk pondokan dan tempa belajar.
            Di Pondok, sarana mandi dan cuci para santri sangat terbatas. Di samping karena jumlah kamar mandi yang terbatas, hanya di belakang Gedung Baru, airnya pun kadang telat dialirkan dari pompa diesel. Sehingga bila tiba waktunya mandi, para santri diperbolehkan untuk mani dan mencuci baju di sumur-sumur milik warga tersebut.
            Penggunaan sumur-sumur tersebut juga dapat menjadi sarana bersosialisasi penghuni Pondok dengan masyarakat sekitar. Manfaat lainnya adalah mendatangkan geliat ekonomi warga. Karena sewaktu-waktu para santri bisa saja membutuhkan sesuatu yang bernilai ekonomis dari Mboke dan Pake menjual kue-kue atau mendapatkan imbalan dari mencuci dan menyetrika pakaian warga yang rumahnya merea gunakan untuk mandi.
            Mandi di sumur tentu harus menimba sendiri. Berbeda dengan mengambil air di desa ku, di mana timba dikaitkan pada tampar atau karet bekas ban mobil dan dikaitkan pada putaran besi yang dikaitkan pada kayu atau besi dengan posisi di atas kepala, kemudian timba yang sudah berisi air ditarik ke atas. Di sini sistem menimba airnya seperti bandulan pada timbangan duduk. Aku harus memegang bambu berdiameter kecil atau besar. Saking besarnya kadang melebihi pegangan genggaman tanganku.
            Bila nanti aku lulus ujian saringan dan resmi menjadi santri Gontor, akan aku jalani hari-hariku di sumur punggahan inspirasi ini. Di luar kekurangan dan kelebihan situasi dan kondisi sumur-sumur itu aku berharap dapat menjalani kehidupan nyantri di Gontor dengan penuh tawadhu, sabar, tabah dan tawakal sampai paripurna enam tahun, amin.
            Tak henti-hentinya aku melihat pergelangan tangan, jam tanganku belum juga menunjukkan pukul 13.30, jadwal keberangkatanku ke Gontor. Bapak, ibu Mbah Putri, mbak, adik-adik, dan famili dekat telah berada di halaman belakang rumah bersiap melepas kepergianku. Kami terbiasa keluar masuk rumah melalui halaman belakang yang dulunya merupakan halaman depan rumah. Baru pada tahun 1960-sejak di bangunnya halaman belakang menjadi halaman depan supaya pintu dapat menghadap ke jalan kecil-halaman depan  beralih fungsi menjadi halaman belakang.
            Aku masih kemantil sama ibu dan bapak, aku juga hampir tidak pernah keluar rumah. Kalaupun keluar rumah untuk bermain sering kali masih di teman pengasuhku Wak Ti/Wi dati asal Madiun. Keluar malam pun hampir tidak pernah aku lakukan. Kawan-kawanku terbatas, lebih banyak bermain dengan satu mbak dan lima adik yang seluruhnya perempuan. Waktu tidur, tidk usah di tanya aku masih tidur bersama ibu atau bapak. Bahkan kadan aku masih juga ngompol!
            Aku sedikit sedih karena meninggalkan sepeda biru yang baru saja dibelikan bapak dari  Surabaya. Aku masih ingin menikmati sepeda baru model jengki itu, tetapi hatiku terpaksa tenang karena bapak dan ibu telah meyakininya, “sepedamu tidak akan dipakai oleh siapapun!” Sepeda itu diletakkan dikamarku dan dikunci. Kunci sepeda beserta kunci kamar dipersilahkan aku bawa serta.
            Aku sering membaca buku, surat kabar, dan majalah karena membaca merupakan hobi sejak kecil-sesuatu yang diimbaskan Bapak kepada putra-putrinya , namun aku belum pernah membaca tentang kehidupan di Gontor atau pesantren lain, sehingga yaitu tadi aku ber-positive thinking saja terhadap Gontor.
            Sesaat setelah menginjak kaki di tanah gontor tiga hari yang lalu aku tersadar ternyata jalan  yang aku tempuh tadi melalui kota Madiun, dan dari Madiun ke Gontor melewati kota Ponorogo itu tidak terlalu jauh, hanya sekitar empat puluh kilometer.
            Mendengar nama Kota Madiun  aku lantas teringat kembali pada mata pelajaran SD tempo hari, merupakan kota dimana PKI pada tahun 1948 tepatnya pada 18 September, melakukan pemberontakan pada emerintah Republik Indonesia, suatu peristiwa memberontakan mencekam.
            Kemudian PKI mampu menjadi perkasa kembali di kancah perpolitikan Indonesia. Lebih-lebih sesudah Dekrit Presiden tahun 1959, PKI sempat diberikan fasilitas-fasilitas politik oleh Presiden Soekarno yang memungkinkannya lebih berkuasa dan menekan partai politik lainnya. Sedangkan PSI, Mansyumi, dan Murba dengan mudah dilarang oleh pemerintah sekalipun mungkin pengkhianatan yang dituduhkan pemerintah terhadap partai-partai itu masih disangsikan.
            Ketegangan dan ketakutan memuncak di hati ketik seluruh warga desa-oleh aparat tentara dan desa-diharuskan membuat galian lubang di dalam rumah masing-masing, berukuran tiga kali galian seperti di pemakaman, dengan maksud untuk berlindung apabila sewaktu-waktu pesawat-pesawat Malaysia melakukan serangan udara.
            Di kemudian hari, terkuak ternyata lubang galian yang telah di buat itu atas perintah rahasia PKI dengan tujuan untuk mengubur mayat seluruh penghuni rumah, karena PKI akan melakukan pembunuhan dalam rangka “pembersihan” terhadap kaaum uslim seluruhnya di desaku.
            Aku terhanyut cemas pada keluhan orang tuaku terhadap kelangkaan dan tingginya harga bahan-bahan kebutuhan pokok, sehingga untuk mendapatkan beras, gula, minyak tanah, dan minyak gorengpun harus mengantri panjang di toko. Ada pun hal lain yang membuatku amat cemas, tegang, dan takut adalah saat terjadi dan sesudah G30S PKI, ketika semua masyarakat desa di ajak untuk waspada dan menjaga diri terhadap serangan  mendadak dari orang-orang PKI luar desa terhadap desaku yang tergolong “sarang” santri. Untuk itu, piket warga untuk pejagaan desa diselenggarakan secara intensif dan ibuku pun sibuk membuat konsumsi untuk warga yang sedang bertugas, terutama bapak-bapak.
            Karena saat itu keadaan sangat penting dan dikhawatirkan akan terjadi sesuatu terhadapku, maka Bapak menjemputku dari sekolah yang berjarak dua ratus meter dari tempat kejadiaan, untuk pulang. Kawan-kawan yang lainnya juga dipersilahkan untuk pulang oleh para guru meskipun jam pelajaran belum usai.
            Hari ini 13 Syawal 1389 H pukul 08.00, tiga hari setelah ujian seleksi, tiba saat di umumkan siapa yang diterima menjadi santri Gontor dan siapa yang harus angkat kaki pulang. Para peserta yang kebanyakan didampingi walinya masing-masing sudah berkumpul didepan Auala atau BPPM siap mengikuti pengumuman.
            Lama namaku tidak disebut panitia lewat loun speaker setelah sekian ratus nama yang lulus disebut. Perhitunganku, jika yang diterima sekitar 250 orang, maka yang yang belum dipanggil masih sekitar 75 nama lagi. Nervous ku bertambah-tambah, degub jantung pun bertambah kencang. Tahu-tahu eh... namaku disebut! Benar juga, alhamdulilah aku dinyatakan diterima sebagai santri Gontor.
            Keesokan hari setelah pengumuman kelulusan, kami melepas kepulangan Mas Ghozi ke Gresik. Sedih, karena setelah ini aku benar-benar harus mandiri. Au amati ternyata yang lebih sedih lagi kawanku, Najib. Dapat dibayangkan, sewaktu meninggalkan rumah menuju Gontor saja, ia sudah terisak-isak sedemikian rupa, apalagi saat Maz ghozi kembali pulang, tangisan tentu menjadi-jadi.
            Dua hari setelah hasil ujian diumumkan, aku sudah mengikuti kegiatan rutin semi resmi yang diadakan oleh pengurus Pondok. Aku menepati sebuah kamar bersama kawan-kawan lain dari berbagai daerah di Indonesia. Mereka datang bukan hanya dari pulau jawa, tapi juga dari pulau-pulau lain di Indonesia. Mereka sama-sama diterima menjadi santri di Gontor.
            Hari ini 28 Agustus 1975, aku dan seluruh anggota kelas enam yang dibagi dalam dua kelompok, dengan menaiki beberapa truk bak terbuka sejenis Colt Diesel, menuju kota Ponorogo, Madiun dan sekitarnya, termasuk Danau Ngebel selama satu hari penuh, mengikuti acara Rihlah Iqtishodiyyah ke beberapa pabrik industri kecil.
            Dengan berakhirnya ujian akhir, termasuk Rihlah Iqtishodiyyah dan lain-lain yang menyertainya, maka selesainya seluruh rangkaian ujian yang harus aku jalani selama di Gontor selama enam tahun.
            Mengutip kata-kata Pak Zar : keseluruhan ilmu, pengetahuan, dan segala yang dijalani para santri di Gontor termasuk disiplin, adalah pemberian Pondok Modern Gontor dalam bentuk bukan barang jadi, tetapi tidak lebih dari alat atau instrumen. Para santri dapat menggunakannya bagi kepentingan dan pengembangan masyarakat Islam mana pun, dimana pun mereka mengapdikan diri.

Sinopsis Buku Bukan Sebuah Mimpi



 SINOPSIS NOVEL " BUKAN SEBUAH MIMPI"

Identitas Novel
Judul                   : BUKAN SEBUAH MIMPI
Tahun terbit       : 2010
Pengarang          : Maria Cecilia
Penerbit              : Sinar Matahari, Jakarta
Ukuran buku      : 11.5 x 17.5
Tebal buku         : 128 halaman
Cetakan               : Ke-1, Jakarta

SINOPSIS
Dianita sasongko memelototkan mata dan menghibaskan rambutnya yang sebahu ke belakang. Ia merasa muak dengan sikap Tania. Meskiun Tania salah satu sahabat karibnya,namun hari ini dian benar benar bête banget sama dia! Seharian ini mereka belanja bareng bersama dengan henidar, dan sikap, Tania benar benar menyebalkan. dia telah merusak suasana , membuat jengkel setengah mati.               

Mula –mula dian memang perlu bersikap mengalah, dan sejak hari Tania mengajaknya shopinh pulang sekolah. Setelah itu henidar pun seorang kembangnya SMU Budi Luhur bahkan kartika dan dina ikut bergabung padahal tadinya mereka tak mau melihat dian dengan sebelah mata pun dian tak mampuke monalisa hari hari ini karena monalisa adalah salon kecantikan termahal dimana paling sedikit uang satu juta pasti melayang. Karena belum pernah ikut bertanding dian tahu Tania takut untuk bersaing , soalnya dia tahu dian gadis yang tercantik di Surabaya, Lagipula mana mungkin keluarga mengizinkan Tania bergabung mereka kan kolot. Tania mencabut selembar formulir pendaftaran dari rak yang disediakan disitu dan melempar senyuman licik kepada dian, beliau kan mantan putri Surabaya waktu seumurku Di situlah Ibu ketemu Ayah yang kebetulan jadi jurinya enggak jadi soal buat mereka dan aku pasti akan ikut kontes itu kalau kamu memaksa ingin dikalahkan di depan umum.”

Dian kemudian meneliti formulir terpilih harus menyerahkan sebuah foto dan esei.pendaftaranya dan segera menyadari  bahwa ia menghadapi masalah kesepuluh finalis yang yang terpilih harus menyerahkan foto dan esei tentu tak ada masalah dengan foto, tak ada satu pun fotona yang jelek sejak ia masih bayi sampai sekarang.tetapi Tania enggak becus dalam soal tulis menulis, mustahil kalau dia membuatnya sendiri. Pasti dia menyuruh orang lain membuatnya, dengan memanfaatkan kekayaanya kepada kepala sekolah pun bisa membuatkanya. Tiba-tiba dian tersenyum lebar ada jalan keluar seseorang  akan rela membantunya esei yang berisi ketulusan, kejujuran dan menyentuh hati. Orang itu tak ungkin menolaknya sambil mencewalkman di daklam tas kulitnya, dian berlari-lari kecil ke koridor di lantai dasar tempat toko-toko murahan berada. Ia menuju ke tempat yang berpapan nama warna oranye jarang dian mau merakyat seperti ini apa lagi menginjak tempat semacam itu kalaupun ia ke lantai dasar paling-paling Cuma untuk membeli es krim,ke bank atau ke penjual CD/DVD. Diantara gadis-gadis yang berdiri di restoran dengan setelan oranye lengkap dan celemek kuning menyala Cuma ada satu yang menarik. Mungkin karena air mukanya yang segar atau rambutnya dengan potongan klasik yang membingkai wajahnya yang cantik dengan pacaran mantanya sungguh menarik

Setelah itu ia datang lagi dngan madsud meminjam uang. Uang yang ditabung leoni untuk membeli mobil ibamanya. Dian memang terlambat membayarnya tetapi ia datang ke rumah leoni dengan mobil berpita pink, dian memang pintar mengambil hati orang. Dua menit kemudian Leoni sudah duduk di samping dian di bangku panjang sambil mengunyah hotdog hangat. Leoni memang selalu sibuk bekerja untung juga, pikir dian kalau dia ikut juga bisa-bisa leoni jadi sainganya yang berat dengan wajahna yang cantik alami itu. Sambil berlari ke luar dari gedung itu,Dian bersorak di dalam hati. Terima kasih banyak leoni batinya, kamu telah membuuatku masuk final dari lantai bawah mall seorang gadis dengan mata berbinar berlari menghampiri mreka kepalanya bertengger sebuah topi besar berlogo kue coklat mereknya took kue joy connection.

Saat keluar dari elevator hatinya sudah agak tenang. Dian pasti tampil menyakinkan dalam pakaian renang dian terus berpikir sepanjang perjalanan pulang dengan mengendarai escudo putihanya segalanya tampak jafi jauh lebih mudah. Kalau Tania bisa menyewa seorang pembimbing kenapa ia tidak. Irvan zalani,cwok yang diremehkan piker Prita sambil mengambil sadwichnya orangnya pendek dan kemejanya selalu kusut celananya selalu kepanjangan atau kedodoran atau keduanya cowok-cowok lain umunya menjahuinya karena irvan tidak atletis, sedangkan cwek-cwek menganggap dia kutu buku karena memakai kacamata tebal kayak professor

Oh leoni kamu enggak ngerti! Ini bukan soal kimia! Aku juga lagi mikirin kontes putrid Surabaya maall itu.masudku bisa enggak sih ngebayangin kalo aku jalan di pentas bersama cewek-cewek lain seperti seperti sepupu dian dan Tania?lalu,gimana dengan soal bakat? belum lagi soal gaun malam di mana aku bisa mendapatkan yang bagus? Waktu prita memasuki lingkungan SMU Surabaya mengenakan rok nomor dua puluh tujuh dan sedikit sapuan mascara di bulu matanya. yang coklat kemerahan dan lentik itu hasilnya sungguh luar biasa! Hampir semua mata cowok SMU Surabaya memandang kearahnya dengan tatapan yang sangat kagum. jadi apa yang se benarnya terjadi? Bukankankah ia ini langsing, popular, di tawari kencan dua cowok tanpan sekaligus yang semuanya mampu melupakan kimianya yang gagal. Tetapi kenapa ia terasa hampa?

Dian pulang dengan hati yang panas, sewaktu di SMP                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                             diapernah ikut latihan tari daerah secara rutin. Dian tampak begitu menarik dengan kostumnya dulu! Kok sampai lupa! Ia menghambur ke kamarnya dan menggeledah lemarinya . masih ada tas kanvas tua berisi  pakaian tarinya ada  di bagaian belakang lemari! sambil membuka retsluting tas itu dian tersenyum lega. Sepatu hitamnya masih bagus malah keliatan masih baru. Dian mencoba memakaiya saying, sudah terlalu kecil dua nomor! Ia mengambil gunting dan membuat lubang pada sepatu. Padahal ia bisa memeli yang baru di mall. Hati leoni berbunga bunga saat ia bersama nikolas menyusuri jalan-jalan Surabaya dengan tas kerja pangkuanya dan sedikit sapuan farfum di belakang telinganya hari itu rencananya ia akan bertemu dengan seoang yang membantunya masuk insititut fashion. Omong-omong diandesis Tania sikapmu tadi di panggung benar benar kampungan deh. mentang mentang aku lebih unggul dalam soal bakat enggak berarti kamu bisa menjegal aku di panggung! Dian ingin melihat aku kalah”dian terdiam. Memang semua itu benar.mereka berdua kalah gara gara ulah mereka sendiri! Mereka kalah karena jawaban mereka ngaco.ketiga sahabat itu lalu berpelukan dengan hangat dan Dian merasa jauh lebih dekat lagi dengan mereka.                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                




Cara Mengembalikan Data Yang Terhapus Di Flashdisk


Cara mengembalikan file yang terhapus di flasdisk , Memory Card , hardisk. Penulis pernah membantu klien yang fotonya di flashdisk terdelete  dengan bantuan software Recuva semua  file foto dapat diselamatkan. recuva tidak tidak hanya mengembalikan file foto saja tapi juga file-file yang lain dan tidak hanya pada flashdisk tapi juga media simpan memory card dan Hardisk.
Berikut ini link untuk download Software Recuva
dan donwload juga tutorial lengkap di sini
Download Softwarenya disini